Ibu terduduk lemas me dengar semua ceritaku tentang pertemuan dengan Mas Rayyan di mall. Raya yang kala itu datang pun, ikut terdiam. Sedangkan aku hanya bisa menangis sembari meremas ujung pakaianku.
Salsa sendiri memilih mengunci diri di kamar pasca kembali ke rumah. Masih terdengar Isak tangisnya dari luar. Sudah berulang kali aku mencoba membujuknya, tapi tetap saja dia enggan ke luar. Sedangkan Arhan yang tidak tahu apa-apa, saat ini memilih bersama Dennis dan Aldo di kamar tamu. Sengaja dijauhkan agar tidak ikut sedih karena kabar menyakitkan ini.
"Kamu lihat sendiri kan, Raya, Mas kamu itu berkhianat!" bentak Ibu yang membuat suasana semakin menegang. "Kalau tau seperti ini akhirnya, lebih baik dia dibunuh saja seperti yang kita takutkan selama ini!"
Aku terisak mendengarnya. Sedangkan Raya hanya bisa terdiam sembari melihat semua vidio yang viral di handphonenya. Dia tampak tak menyangka dengan semua yang terjadi. Yang aku tahu, selama ini Raya selalu menjadikan Mas Rayyan tolak ukur dalam mencari suami, atau untuk mengubah suaminya menjadi lebih baik. Dia selalu memuji Mas Rayyan di hadapan Aldo. Terkadang malah membawa nama Mas Rayyan di setiap pertengkaran keduanya. Namun kini seolah semuanya berbalik arah, Raya kehabisan kata-kata di hadapan Aldo. Aku yakin, dia pasti ketakutan menghadapi Aldo yang bisa saja menyerangnya.
"Ceraikan saja dia, Zhee, Ibu ikhlas," ucap Ibu tiba-tiba yang membuatku spontan menatapnya kaget. Aku tidak percaya dia bisa mengatakan hal itu. Seharusnya, dialah orang yang akan membela anak sulungnya itu mati-matian, bahkan sejak tadi aku malah mengira akan disalahkan olehnya. Namun kini malah berbeda. Dia membelaku, Ibu Mertuaku berada di pihakku.
"Kalau Bapak tau, dia pasti akan meminta kamu menceraikannya saat ini juga." Ibu kembali mengeluarkan unek-unek di hatinya. Baik aku mau pun Raya, tidak ada yang berani menjawab, apa lagi melawan ucapannya.
Saat ini, aku masih teringat kejadian tadi siang saat pertemuan pertama dengan Nas Rayyan, setelah setahun berlalu. Tak kusangka di kehilangannya tanpa kabar, dia malah menikmatinya bersama wanita lain. Pakaian wanita itulah yang sempat menjadi sorotan mataku. Tak ada jilbab yang menutupi kepalanya, pakaiannya minim dan super ketat. Sangat jauh dari kriteria Mas Rayyan dalam memilih pasangan.
Entah apa yang dia cari dari wanita itu. Entah kenikmatan dunia semata, atau ada hal lain menyangkut akhirat yang dia dapatkan dari wanita itu, yang tidak ada dalam diriku. Aku benar-benar syok berat. Ditambah suara tangisan Salsa yang masih terus terngiang di telinga, seolah penanda bahwa aku dan Mas Rayyan telah gagal menjadi orang tua.
"Assalamualaikum."
Sebuah suara yang tak asing untuk telingaku, tiba-tiba membuyarkan suasana. Suara itu bertepatan dengan Aldo yang turun dari tangga yang sempat kulihat ke hadirannya. Aku menoleh ke asal suara yang ternyata berasal dari pintu depan yang terbuka. Betapa kagetnya aku, saat melihat sosok itu akhirnya kembali, walau harus diawali dengan huru hara di mall tadi siang.