Suara bel pintu terdengar saat aku sedang menyiapkan sarapan. Salsa dan Arhan yang sudah duduk di kursi masing-masing, tampak saling berpandangan.
Mbok Minah tampak muncul dari dapur, berniat berlari ke depan untuk membuka pintu, malah langsung dihadang Salsa yang langsung mengalihkan tugas Mbak Minah dengan berlari ke depan. Aku tertawa melihatnya, lantas kembali menuangkan nasi ke piring Salsa. Mbok Minah sendiri kembali ke dapur, melanjutkan cuci piring yang dia lakukan belas memasak tadi.
"Amma! Amma!!!" jerit Salsa yang membuatku kaget bukan main. Mbok Minah kembali ke rumah makan, dengan cepat aku langsung memerintahkan Mbok Minah untuk menjaga Arhan, sedangkan aku sendiri langsung berlari ke depan, takut Salsa kenapa-kenapa.
Dia aman, itulah yang bisa terlihat di kedua mataku. Salsa tampak berdiri di depan pintu yang terbuka sembari menjuruskan pandangan ke seseorang di depannya. Aku melangkah lebih dekat, memastikan siapa yang datang pagi-pagi begini, tanpa janji sebelumnya. Dan seketika, aku terperanjat.
"Mas Rayyan!" seruku yang langsung disambut sikap Salsa yang berbalik menghadapkan tubuh kepadaku. Tampak jelas kedua matanya berembun, ekspresi wajahnya terlihat sedih. Dia mencoba menahan tangis melihat pria yang sangat dirindukan, hadir di depan matanya, namun enggan untuk dia sambut hangat.
Mas Rayyan tampak tenang seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. Kemeja hijau muda yang dia kenakan, terlihat basah akibat butiran air hujan yang jatuh pagi ini. Tidak banyak, namun cukup membasahi siapa pun yang berada di bawahnya. Salsa memelukku erat, masih enggan melihat Mas Rayyan kembali.
"Mau apa ke sini, Mas?" tanyaku yang jujur merasa cemas jika Mas Rayyan sampai membahas tentang perceraian, apa lagi di depan Salsa yang masih aku sembunyikan.
"Kalau mau bahas tentang itu, sebaiknya jangan di depan anak-anak," tambahku lagi.
Sesaat bisa kulihat arah pandang Mas Rayyan tertuju ke Salsa, dia tampak sedih, lantas kembali menatapku. Entah apa yang sebenarnya terjadi sampai Mas Rayyan hadir secara tiba-tiba seorang diri tanpa Ayudia, istri keduanya.
"Aku ingin ketemu anak-anak," jawabnya tenang namun tampak serius. "Bolehkah?"
Aku melihat ke Salsa yang menatapku pilu. Sebenarnya, aku tidak bisa menolak permintaan Mas Rayyan. Biar bagaimana pun dan sampai kapan pun dia tetaplah ayah dari anak-anakku. Walau nantinya Mas Rayyan akan mengubah statusnya sebagai mantan suami untukku, tapi untuk anak-anak status ayah di dirinya tidak akan berubah.
"Amma," panggil Salsa dengan nada suara bergetar.