TUHAN, PELUK AKU SESAAT

Mahfrizha Kifani
Chapter #20

BAB 20 - KEBOHONGAN PERTAMA SALSA

Sarapan!!!" seruku dari ruang makan, berharap suasana dulu bisa kembali walau tanpa Mas Rayyan. Aku sengaja melakukannya. Bukan karena ingin menambah kesedihan di hati anak-anak, melainkan aku tidak ingin kehilangan moment langka itu di masa kecil anak-anakku. Aku meyakini, hal kecil itu pasti akan aku rindukan kelak, saat Salsa mau pun Arhan sudah dewasa. Dan aku ingin menyematkan memori indah saat waktu makan tiba di ingatan kedua anakku.

Benar saja, terdengar suara heboh dari tangga. Seruan Salsa dan Arhan yang turun bersamaan. Bik Minah yang ikut menjemput ke atas, tampak kerepotan membantu keduanya. Aku tertawa. Senyuman keduanya seakan kembali seperti dulu lagi.

Hari ini hari libur, dan seperti biasa aku ingin mengajak keduanya jalan-jalan menikmati Sabtu cerah yang tanpa awan mendung di langit. Tak ada belajar, tak ada kerjaan, yang ada hanya anak-anak.

Salsa duduk di kursinya, mengangkat piring meminta nasi padaku yang langsung aku tuangkan sesendok nasi ke atas piringnya, lantas meletakkan ayam goreng kesukaannya.

Sedangkan Arhan, ikut duduk di samping Salsa sembari memainkan sendok dan garpu, dengan memukul-mukul pelan ke piring, persis seperti seorang drummer.

"Arhan, berisik tau!" seru Salsa yang malah membuat Arhan tertawa.

"Gak tau, Kakak!" balas Arhan meledeknya yang malah membuatku tertawa.

Kulirik Bik Minah yang ikut tersenyum bahagia. Aku lega, keduanya sudah kembali ceria, walau untuk Salsa aku yakin, dia mencoba kuat di hadapanku. Masih teringat isak tangisnya di cafe yang berhasil menceritakan segala beban di hatinya. Air matanya tak kunjung berhenti saat itu, apa lagi saat dia mengucapkan satu kalimat yang membuatku terluka.

"Kakak rindu Appa, Amma, apa Kakak salah?" Pertanyaannya kala itu membuatku menyadari, bahwa rasa sayangnya terhadap Mas Rayyan, masih begitu besar, bahkan di atas kebenciannya. Mas Rayyan selalu memanjakannya sejak kecil, bahkan jika ditanya lebih sayang siapa, antara Arhan mau pun Salsa, Mas Rayyan pasti akan memilih Salsa.

Hal itu karena baginya, Salsa bukan hanya seorang anak perempuan pertamanya, tapi juga yang berhasil mengubah statusnya yang dulu hanya seorang suami, kini menjadi ayah saat tangisnya pecah di udara. Salsa adalah guru baginya. Guru yang mengajarkannya dunia seorang Ayah yang begitu indah. Dan sering ksi aku melihatnya meneteskan air mata, saat ia memandangi wajah Salsa kala putri kecilnya sedang tertidur pulas.

Aku mendekati Arhan, meletakkan nasi ke atas piringnya dan juga ayam goreng bagian paha, kutarik kursi mendekat dengan kursi Arhan. Seperti biasa, aku akan menyuapinya biar bisa cepat menyelesaikan sarapannya.

Kulirik Salsa yang mulai lahap menyantap sarapan paginya. Bik Minah yang selalu aku ajak makan bersama semenjak Mas Rayyan tidak ada di antar kami, pun mulai menyiapkan makanannya dibatas piringnya. Bagiku semua sudah lengkap, tak ada secuil pun yang kurang. Bahkan aku mulai terbiasa tanpa sosok pria dewasa di rumahku.

"Hari ini kita ke mana, Amma?" tanya Arhan dengan mulut penuh nasi yang baru saja aku masukkan menggunakan sendok.

Lihat selengkapnya