Kamu apakabar, Sayang?
Hari ini aku masih tak mau menjenguk Tuhan karena kecewa dan sakit hati masih memenuhi relung hati ini. Aku masih begitu membenciNya sepenuh hati. Aku tak menyangka bahwa diriNya bisa setega ini merenggutmu dariku secepat ini. Aku akan membenciNya untukmu.
Aku sering mendengar orang-orang membicarakanku ketika aku tak sengaja lewat di hadapan perkumpulan orang-orang itu. Yang paling sering aku dengar adalah mereka menamaiku sebagai: suami sial yang kehilangan istri dan perawat kedua anaknya.
Aku tak begitu sakit hati mendengarnya karena jujur saja aku pun merasa aku adalah seorang suami yang sial karena aku kehilanganmu. Aku kehilanganmu secepat kilat, secepat detik, secepat jaman. Aku masih tak menyangkanya. Kehilanganmu rasanya seperti sebuah selimut tebal hitam menutup seluruh tubuhku tanpa cela. Aku merasakan sebuah gelap yang menyiksa, pun tanpa cela siksaannya. Gelap gulita yang menyiksa ini diam-diam menggerogotiku dari dalam. Menggerogoti imanku, menggerogoti kepercayaanku terhadap yang memberi kehidupan- begitu Ia sebut diriNya di segala ayat-ayatNya padahal aslinya Ia adalah yang paling sering memberi kesengsaraan dan hadiah kematian.
Tak semua orang bisa hidup, tapi semua manusia pasti mati di tanganNya. Dan aku membenci hal itu.
Aku tak paham mengapa dirinya harus mengambil jiwa-jiwa baik yang ingin bahagia. Aku tak mengerti mengapa Ia akan selalu mengambil yang baik lebih dulu dibandingkan yang jahat jiwa. Aku tak mengerti mengapa Ia akan selalu memberi kesengsaraan pada yang baik, sedang yang bajingan selalu dipermudah jalannya. Kenapa diriNya selalu sekejam itu kepada umatNya? Aku masih bertanya-tanya. Untuk apa aku selama ini sujud dan doa penuh yakin padaNya agar diriNya bisa menjagamu pun menjaga anak kita, sedangkan Ia malah mengambilmu secepat ini? Untuk apa? Untuk apa Ia janjikan segala omong kosong itu bahawa diriNya akan mengabulkan segala doaku, sedangkan pada nyatanya Ia tak ayal hanyalah sebuah fana yang diciptakan manusia-manusia lemah yang butuh alasan untuk membohongi yang lain. Dan mungkin aku dan dirimu juga menjadi salah dua korban yang percaya akan dongeng-dongeng manusia lemah jaman dahulu.