Ketika senja turun perlahan ditelan pohon mangga yang tumbuh di taman tempat kamu sering menikmati waktu dulu, anak kita si malaikat cantik yang sering menangis diam-diam itu datang dan ikut duduk bersamaku di kursi santai kita. Namun kali ini ia tak mau duduk di kursi yang biasanya kamu tempati. Melainkan ia memilih untuk duduk di pangkuanku sembari menyodorkan es krim yang entah didapatnya dari mana.
“Ayah mau es krim?”
Aku menggeleng kecil lalu mengecup pipinya dari belakang.
“Ayah.” Panggilnya.
“Kenapa, Sayang?”
“Semalam Bunda datang lagi ke mimpi Kakak. Katanya Bunda di sana juga lagi kangen sama Kakak.”
Aku tersenyum lembut walau pada nyatanya aku tengah iri dengki pada anakku sendiri karena ia bisa melihat wajah cantik ibunya lagi sedang aku tak diberi kesempatan sama sekali setelah kepergiannya. Padahal aku juga merindukannya. “Bunda ngomong apa saja ke Kakak?” tanyaku mencoba mencari tahu apa saja yang dilakukan istri tercintaku itu di mimpi malaikat cantik kami berdua.
Malaikat cantik yang terlahir dari rahim istriku ini terlihat antusias dalam mode pendongengnya. “Semalam Bunda datang pakai gaun lagi, terus nemenin Kakak main boneka.”
“Bunda nggak ngomong?”
Ia menggeleng kecil sembari cemberut. Bagaimana bisa kamu tidak berbicara padanya dalam mimpi manisnya, Sayang? Lihatlah raut wajahnya yang kecewa itu. Ia pasti begitu merindukan suaramu yang dulu setiap malam bisa ia dengarkan sebelum tidur saat kamu menyanyikan lagu milik Payung Teduh di setiap larut malam untuk mengantarnya terlelap.
“Bunda cuma senyum saja ke aku, Ayah. Bunda nggak mau ngomong.”
“Kakak kangen banget sama Bunda ya?”
Ia mengangguk penuh yakin. Tak bisa aku temukan ragu dan tipu dari anggukan lucunya. “Kakak mau jenguk Bunda sama Ayah nggak?”
“Emang Kakak boleh jenguk Bunda?”
Kini giliran aku yang mengangguk padanya. Dan ia segera berbalik untuk memelukku dan mengecup pipiku berkali-kali saking bahagianya dirinya. Aku segera berdiri dan mengangkatnya dalam gendonganku, Sayang. Sore ini kita berdua akan menjengukmu. Hari ini kami berdua akan bertukar kabar dengan dirimu. Semoga nanti kita bisa bertemu, meski dalam bentuk yang tak bisa aku raba pun baca dengan netra biasa. Tapi semoga kita bisa bertemu dalam penuh tawa.
Aku dan malaikat cantik kita berangkat menuju kamar sempitmu yang jaraknya cukup jauh dari rumah kita. Aku melipir sebentar ke sebuah toko bunga yang biasanya sering aku datangi dulu untuk membelikanmu tulip-tulip cantik yang dirangkai sedemikian rupa oleh penjualnya. Dan kali ini aku juga akan membelikanmu bunga seperti yang biasanya.