TUHAN (TAK) KEPARAT

february
Chapter #20

Hari ketujuh belas

Di hari ketujuh belas aku harus bertahan hidup tanpa ada kehadiranmu di sini, aku mengawali hari dengan seperti biasanya dengan duduk-duduk diam di kursi taman rumah kita, Sayang.

Lagi dan lagi aku ada di sini. Mengamati salah satu pot berisi tanaman aglonema yang daunnya agak kemerah mudaan itu tergeletak roboh hingga bertumpang tindih dengan rerumputan hijau yang menjadi alas taman mungil rumah kita ini. Aku tak tahu mengapa dirinya bisa jatuh hingga tanahnya tumpah ruah itu, karena kemarin aku duduk di sini setelah pulang dari pemakamanmu aku masih melihatnya berdiri rapi berbaris dengan kawan-kawannya yang lain.

Dan di siang yang cukup terik ini, aku akan kembali bercerita pada dirimu, Sayangku.

Hari ini aku akan mengadu padamu tentang apa yang aku alami tadi pagi saat seorang tetangga datang dengan istrinya yang tengah hamil muda. Dia datang dengan sebuah bingkisan berisi buah-buahan dan diterima dengan ramah oleh Ibuku dan Ibumu yang tengah bermain di halaman rumah dengan peri manis kita yang masih membutuhkan sinar matahari pagi. Mereka berdua dipersilakan masuk ke rumah dan duduk mengisi ruang tamu kita yang akhir-akhir ini sudah mulai jarang ditempati. Aku awalnya tak ada niatan untuk ikut bercengkerama dengan mereka, namun tiba-tiba saja ibuku menghampiriku dan memintaku untuk keluar sebentar menyapa sepasang suami istri itu sebagai bentuk kesopanan yang harus aku lakukan kepada tamu.

“Ayolah, Nak. Temui mereka sebentar saja. Mereka datang ke sini untuk mengunjungimu dan anak-anakmu. Temui mereka meski sebentar.” Pintanya sembari menarik-narik lengan tanganku dan aku mau tak mau harus menuruti permintaannya.

Hingga akhirnya aku keluar untuk menyalami mereka dan duduk di antaranya. “Apa kabar, Mas?” tanya si suami padaku.

Aku mengangguk sembari tersenyum hambar, “Ya masih begini-begini saja, Mas.”

“Belum kerja lagi ya, Mas?” aku mengangguk menjawab pertanyaannya karena aku memang belum ada niatan kembali ke kantor untuk beraktivitas lagi seperti saat dirimu masih ada di sini.

Ia ikut mengangguk-angguk, lalu kembali melanjutkan pertanyaan-pertanyaan basa-basinya.

Lihat selengkapnya