Mas, ini istrimu. Diah.
Aku menulis ini di tanggal 11 April 2022, pukul 01:03 pagi. Dan jika menurut perhitungan dokter kandungan langganan kita, ini adalah sepuluh hari sebelum aku melahirkan seorang bayi merah ke dunia sempit ini.
Mas, aku menulis ini kala aku terbangun dari tidurku karena tiba-tiba saja aku merasa yang aku lihat tadi adalah Allah. Aku rasa Ia tadi berkunjung ke mimpiku, Mas. Tapi aku tak tahu apakah ini sebuah pertanda atau apa, yang aku ingat adalah sosok yang aku rasa adalah Allah itu berucap padaku bahwa Ia ingin segera bertemu denganku. Bukan hanya di mimpi, melainkan di rumahNya. Tetapi Ia tak terdengar memaksaku sama sekali, Mas. Ia malah memberiku pilihan untuk datang berkunjung ke rumahNya atau bertahan lebih lama bersamamu dan anak kita.
Maka malam ini aku terbangun dan segera mencari kertas serta pulpen untuk menuliskan detail mimpi ini di secarik kertas yang aku sobek dari buku kerjamu ini untuk berjaga-jaga karena mungkin aku benaran akan meninggalkanmu dan anak-anak sendirian di sini, Mas. Aku harap jika aku benaran meninggalkanmu, kamu akan mampu menemukan secarik kertas ini secepat mungkin setelah kematianku nanti jika Allah benar-benar menjemputku untuk berkunjung ke kediamanNya yang tak aku tahu bagaimana bentuk dan letaknya.
Pertama-tama aku akan menjelaskan padamu lebih dulu tentang mimpi yang aku alami malam ini karena aku juga takut aku akan lupa sebelum menceritakannya padamu, Mas. Juga mungkin aku tak bisa begitu rinci menjelaskan semuanya karena ketika aku terbangun dari tidur, tiba-tiba saja berbagai hal yang tadi aku alami dalam mimpi mulai terhapus dengan sendirinya dari ingatanku tanpa izin. Maka sekarang ini aku akan menjelaskan padamu lebih dulu agar aku tak semakin lupa.
Dalam mimpi tadi, Mas. Allah bilang Ia sudah menyiapkan malaikat di balik pintu yang akan langsung menyambutku jika aku benaran mau datang dan berkunjung untuk menemuiNya. Ia juga bilang bahwa diriNya sudah menyiapkan sebuah rumah cantik dengan taman di halaman depannya yang sudah dipenuhi bunga-bunga melati dan ribuan tulip putih yang begitu aku sukai. Ia juga berucap bahwa aku akan menikmati pemandangan Sungai-sungai berarus susu. Ia benar-benar tahu cara untuk membuatku luluh karena sepertinya aku sudah tergoda akan segala hal yang telah Ia siapkan untukku, Mas. Maka jika aku benaran berkunjung ke kediamanNya dan meninggalkanmu lebih dulu, aku mohon jangan membenci siapapun dan bencilah saja istrimu yang lemah iman ini karena begitu mudah tergoda dan aku yang memilih untuk pergi lebih dulu meninggalkanmu dan anak kita.
Tapi kamu juga tak usah khawatir, Mas karena tadi aku sudah meminta izin kepada Allah untuk membiarkanku melahirkan anak kedua kita lebih dulu sebagai pengganti kehadiranku di rumah kita yang mungkin akan ramai dipenuhi orang tak seperti biasanya. Aku juga mohon padamu, jika aku benaran sudah pergi, aku mohon sayangi anak kita. Bukan hanya yang baru aku lahirkan, melainkan juga kakaknya. Aku mohon sayangi semua anak kita, kedua-duanya dengan adil dan tanpa lekang. Pun aku juga tahu betul bahwa kamu pasti akan bisa membesarkan mereka berdua dengan baik dan sempurna meski tak ada aku yang ikut serta.
Sekali lagi, Mas. Maaf karena istrimu ini ternyata cukup egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Maaf karena aku malah lebih memilih untuk meninggalkanmu dan anak-anak. Maaf karena aku sudah membiarkanmu sendirian. Aku tahu betul dan aku juga yakin jika dirimu pasti dapat melewati segalanya meski aku tak ada di sisimu.