TUHAN (TAK) KEPARAT

february
Chapter #29

Epilog

Kupu-kupu putih yang melayang-layang menuju deretan melati itu beberapa hari belakangan ini begitu sering mengunjungi rumah kita, Sayang.

Sepertinya ia juga ingin ikut serta merayakan ulang tahun putri kedua kita yang ke tiga. Dan itu artinya dirimu juga sudah tiga tahun meninggalkanku sendirian di sini, di rumah ini. Taman kita sudah bertambah lebar, aku sudah merombaknya sedemikian rupa untuk membuatnya bisa dijadikan rumah oleh aglonema-aglonema baru dan bunga matahari serta melati yang semakin hari semakin bertamabah banyak jumlahnya. Sore ini matahari tak kunjung tenggelam, ia masih mengintip kupu-kupu yang berkunjung hinggap di bunga-bunga melati yang baru bermekaran.

Lagu selamat ulang tahun menjadi lagu latar sore ini. Sebuah kue berhias bunga tulip putih sudah bersiap diri untuk dipotong sebentar lagi, tiga lilin panjang melilit-lilit itu berdiri diam tanpa api karena memang belum ada yang menyalakannya. Malaikat kita yang cantik sudah berdandan dengan gaun yang baru saja aku belikan untuknya beberapa hari yang lalu. "Ayah, ayo nyalakan lilinnya." Pintanya.

Aku mengangguk, "Ayah, nanti aku boleh tiup lilin bareng sama Kakak?"

Putri kedua kita, Sayang. Si peri manis ini sudah bisa berbicara meski belum jelas sekali namun aku sudah paham apa yang ingin ia katakan. Aku mengangguk mengiyakan permintaannya, hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ketiga dan ia sudah mengenakan gaun yang sama dengan milik kakaknya. Aku membawanya dalam gendonganku, kini aku sudah tak takut lagi untuk menggendongnya, aku juga sudah tak gemetaran lagi setiap kali berada di dekatnya, juga ingatan-ingatan tentang hari kematianmu sudah jarang berkunjung. Yang aku temukan setiap kali melihatnya adalah sebuah ingatan yang dipenuhi bahagia di mana aku akan selalu mengingatan ingatan-ingatan tentang tumbuh kembangnya.

Lihat selengkapnya