Tujuh Hari Untuk Sekar

Baggas Prakhaza
Chapter #1

Tulip itu akan Mekar

Langit duduk di atas hamparan rumput hijau di taman kota yang sepi. Hembusan angin sepoi-sepoi menyentuh kulitnya yang hangat oleh sinar matahari. Langit yang sedang berbaring memandang ke arah langit biru yang tak berawan, membiarkan pikirannya melayang bersama awan-awan yang jauh di sana. Umurnya baru sepuluh tahun, namun hidupnya telah penuh dengan kesunyian. Seharusnya, anak seusianya bermain dan tertawa, tapi Langit merasa berbeda. Orang tuanya selalu sibuk, lebih sering bekerja ke luar negeri daripada berada di sisinya. Kehidupannya terasa hampa, seperti langit cerah yang dilihatnya sekarang, indah tapi kosong.

 Langit tidak seperti anak-anak lain yang biasanya bermain dan berlarian di taman. Dia lebih memilih duduk sendirian, menikmati ketenangan yang diberikan alam. Suara burung-burung yang berkicau dan gemerisik dedaunan di sekitarnya adalah teman satu-satunya. Dia sudah terbiasa dengan kesepian, seakan sudah berdamai dengan perasaan tersebut. Namun, di balik wajah tenangnya, ada kekosongan yang tidak bisa diisi oleh apa pun.

 Saat itu, dari kejauhan terdengar tawa kecil, suara ceria seorang anak perempuan yang memecah keheningan taman. Langit mendengar suara itu, namun tidak menghiraukannya. Dia terus berbaring, membiarkan suara itu hanyut bersama angin. Namun, suara itu semakin mendekat, disertai langkah kaki kecil yang berlari. Langit tetap berusaha untuk tidak peduli, memejamkan matanya dan kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri.

 Tak lama kemudian, sosok gadis kecil muncul di dekatnya. Rambutnya tergerai, matanya berbinar penuh semangat, dan di tangannya ada seikat bunga tulip. Gadis itu berlari mengejar kupu-kupu yang berterbangan di sekitarnya. Setiap kali kupu-kupu itu terbang menjauh, dia melompat-lompat kecil sambil tertawa riang. Langit membuka matanya sejenak dan melihat gadis itu, namun dia segera menutup matanya kembali, berharap gadis itu akan pergi.

 Tetapi, alih-alih menjauh, gadis kecil itu justru mendekat. Langit masih berbaring, tak menyadari bahwa gadis itu kini berdiri tepat di sampingnya, memandangi wajahnya dengan penuh rasa ingin tahu. Gadis itu menunduk dan mengulurkan tangannya, seakan ingin menyentuh Langit.

 "Hei! Kamu ngapain tiduran di sini sendirian?" Suara ceria itu tiba-tiba terdengar dekat sekali di telinga Langit.

 Langit membuka matanya dengan kaget, dan tanpa sengaja, saat dia mencoba bangun, kepalanya terbentur kepala gadis itu. Mereka berdua mengerang kesakitan sambil mengelus kepala masing-masing. Sekar, gadis kecil itu, tertawa kecil meskipun merasa sakit.

 "Au, maaf! Aku nggak sengaja," kata Sekar sambil terus tertawa. Wajahnya penuh senyum, seolah benturan tadi adalah hal paling lucu yang pernah terjadi padanya.

 Langit yang merasa kesal dan sedikit malu segera menatap gadis itu dengan tatapan tajam. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan suara datar, mencoba menyembunyikan rasa malunya.

 Sekar masih tersenyum, meski tangannya masih mengelus kepalanya yang sedikit sakit. "Aku Sekar," katanya sambil mengulurkan tangan kecilnya. "Aku tadi lagi main, terus lihat kamu tiduran di sini sendirian. Aku jadi penasaran."

Lihat selengkapnya