Masa sekolah dasar adalah saat yang penuh dengan kenangan, baik suka maupun duka, dan untuk Langit dan Sekar, itu adalah fondasi awal dari persahabatan mereka yang semakin erat. Seiring berjalannya waktu, Langit dan Sekar mulai berbagi lebih banyak cerita tentang masa kecil mereka, terutama pengalaman di sekolah dasar. Momen-momen sederhana seperti belajar bersama, bermain di halaman sekolah, dan saling mendukung dalam berbagai tantangan di masa itu menjadi kenangan yang terus mereka ingat.
Sore itu, Langit dan Sekar duduk di bawah pohon rindang di taman, tempat favorit mereka untuk menghabiskan waktu bersama. Udara sore yang sejuk membawa nostalgia masa lalu. Sekar memandangi langit biru di atas mereka, lalu menghela napas panjang.
"Langit, kamu masih ingat nggak waktu kita masih sekolah dasar?" tanya Sekar sambil tersenyum kecil. "Waktu itu, kita masih begitu kecil dan polos."
Langit mengangguk, matanya menerawang seolah mengingat kembali momen-momen itu. "Tentu saja aku ingat. Aku nggak akan pernah lupa betapa gugupnya aku waktu itu. Rasanya seperti masuk ke dunia baru yang asing."
Sekar tertawa pelan. "Iya, aku juga. Tapi kamu tahu nggak, waktu itu aku merasa beruntung karena ada kamu. Meskipun kita baru berteman, entah kenapa aku merasa tenang di dekatmu."
Langit tersenyum mendengar kata-kata Sekar. Dia tidak pernah menyangka bahwa kehadirannya bisa memberikan rasa nyaman bagi seseorang, apalagi bagi Sekar yang selalu terlihat ceria dan kuat. "Aku juga merasa begitu, Sekar. Mungkin karena aku tidak memiliki teman dan aku bertemu denganmu yang menghiasi hidup."
Mereka mulai mengenang hari-hari awal di sekolah dasar. Sekar bercerita tentang bagaimana dia selalu bersemangat setiap pagi untuk pergi ke sekolah. Baginya, sekolah adalah tempat di mana dia bisa belajar banyak hal baru dan bertemu dengan teman-teman. Namun, dia juga mengakui bahwa ada saat-saat di mana dia merasa kesepian, terutama ketika dia tidak bisa mengikuti pelajaran secepat teman-teman lainnya.
"Waktu itu, aku sering merasa ketinggalan, terutama di pelajaran matematika," kata Sekar dengan nada sedikit sedih. "Tapi kamu selalu ada untuk membantuku, Langit. Kamu ingat kan, bagaimana kita sering duduk bersama di perpustakaan, kamu mengajarkanku pelan-pelan sampai aku mengerti?"
Langit mengangguk. "Aku ingat, Sekar. Kamu mungkin merasa ketinggalan, tapi aku selalu kagum dengan semangatmu untuk terus mencoba. Kamu nggak pernah menyerah, dan itu yang membuatmu istimewa."
Sekar tersenyum mendengar pujian itu. Baginya, Langit bukan hanya teman, tapi juga guru yang sabar. Dia selalu merasa didukung oleh Langit, terutama saat-saat sulit di sekolah. Meskipun Langit bukan tipe yang banyak bicara, dia selalu ada ketika Sekar membutuhkannya.