Tujuh Hari Untuk Sekar

Baggas Prakhaza
Chapter #7

Bahagia Karena Ada Dirimu

Disaat Langit telah sampai di rumahnya, Langit duduk di tepi ranjangnya, memandangi layar ponselnya yang baru saja menerima notifikasi. Di layar itu, tertera pesan singkat dari ibunya yang berbunyi, "Uang sudah dikirim, jaga dirimu baik-baik." Namun, seperti biasanya, tidak ada kata-kata hangat atau perhatian lebih dari orang tuanya. Langit hanya menatap pesan itu dengan hampa, tidak merasa ada yang perlu dijawab. Seolah-olah pesan itu hanyalah sebuah rutinitas yang kosong, sama seperti semua hal yang selalu diberikan orang tuanya: tanpa makna, tanpa perasaan.

Dengan cepat, Langit menutup layar ponselnya dan mengalihkan pandangannya ke jendela kamar. Di luar sana, langit malam penuh dengan bintang-bintang yang berkelap-kelip, mengingatkannya pada sebuah kanvas yang tak terbatas, dihiasi oleh cahaya-cahaya kecil yang indah. Bulan malam itu terlihat terang, memancarkan sinarnya yang lembut, seolah-olah ingin memberikan ketenangan bagi siapa saja yang melihatnya.

Langit tersenyum tipis. Pikirannya melayang kembali ke masa-masa bahagia yang ia habiskan bersama Sekar di taman. Kenangan itu begitu hidup dalam benaknya, seperti film yang diputar ulang dengan jelas. Ia ingat bagaimana mereka berdua berlari-lari di taman yang luas, seolah-olah dunia ini hanya milik mereka. Taman itu, dengan pohon-pohon rimbun dan hamparan rumput yang hijau, selalu menjadi tempat pelarian mereka dari kenyataan yang seringkali pahit.

Langit bisa membayangkan kembali saat-saat mereka mengejar kupu-kupu yang berterbangan di antara bunga-bunga, tertawa lepas tanpa beban. Sekar, dengan senyum manisnya dan bunga tulip yang selalu ada di tangannya, adalah sumber kebahagiaannya. Meskipun dunia di sekitarnya sering kali terasa kosong dan dingin, Sekar selalu berhasil mengisi kekosongan itu dengan cahaya dan kehangatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Langit teringat pada hari itu ketika mereka menemukan sebuah sudut taman yang tersembunyi, sebuah tempat yang jarang dikunjungi orang lain. Di sana, di bawah naungan pohon besar yang tua, mereka memutuskan untuk menjadikannya sebagai "tempat rahasia" mereka. Itu adalah tempat di mana mereka bisa berbicara tentang apa saja, tanpa ada yang mengganggu. Tempat di mana mereka bisa menjadi diri mereka sendiri, tanpa harus khawatir tentang dunia luar.

Setiap kali mereka berada di sana, waktu seolah berhenti. Mereka berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, tentang harapan-harapan yang mungkin tak akan pernah terwujud, tetapi tetap mereka pegang erat. Langit sering kali merasa bahwa di bawah pohon besar itu, mereka tidak hanya berbagi rahasia, tetapi juga berbagi jiwa. Di tempat itulah, Langit merasa hidupnya mulai memiliki warna—warna yang diberikan oleh kehadiran Sekar.

Lihat selengkapnya