Setahun telah berlalu sejak Langit dan Sekar menginjak usia 17 tahun. Persahabatan mereka telah tumbuh semakin kuat, dan kedekatan itu membuat Langit merasakan perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan. Sekarang, di usia 18 tahun dan duduk di kelas 2 SMA, Langit sadar bahwa hatinya tak bisa membohongi dirinya lagi—ia mencintai Sekar. Namun, perasaan itu ia simpan rapat-rapat di dalam hati, takut jika ia mengungkapkannya, hubungan persahabatan yang telah mereka bangun selama ini akan hancur.
Hari itu, sekolah tampak seperti biasa. Langit duduk di bangkunya, menatap kosong ke arah papan tulis sambil sesekali melirik Sekar yang duduk beberapa bangku di depannya. Sekar, dengan senyumnya yang selalu ceria, terlihat sedang berbicara dengan seorang lelaki bernama Reza. Reza adalah teman sekelas mereka, seorang pria yang cukup populer di sekolah karena sifatnya yang ramah dan humoris.
Langit merasa ada yang berbeda dalam pandangannya terhadap Reza hari itu. Biasanya, ia tidak terlalu memperhatikan apa yang dilakukan teman-teman sekelasnya, tetapi kali ini matanya tertuju pada interaksi antara Reza dan Sekar. Hatinya mulai merasa tidak nyaman ketika melihat Reza berdiri lebih dekat dengan Sekar. Reza berbicara dengan Sekar dengan sangat akrab, dan bahkan pada satu titik, Reza memegang tangan Sekar.
Seketika, dada Langit terasa sesak. Ia merasakan perasaan cemburu yang begitu kuat, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Tangannya refleks memegang dadanya, berusaha menahan rasa sakit yang tiba-tiba muncul. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk. Apakah Sekar menyukai Reza? Apakah mereka lebih dari sekadar teman?
Langit tidak bisa berpikir jernih. Matanya terus terpaku pada pemandangan di depannya, melihat bagaimana Reza dan Sekar tampak begitu dekat. Tapi di tengah kebingungannya, Sekar tiba-tiba memandang ke arahnya. Mata mereka bertemu, dan Sekar tampak kaget melihat ekspresi Langit yang penuh dengan rasa cemburu. Seketika, Sekar melepaskan genggaman tangan Reza dan tanpa ragu, ia menghampiri Langit.
“Langit!” Sekar memanggil dengan suara yang penuh perhatian. Ia merangkul lengan Langit dengan lembut, seolah berusaha menenangkan perasaan sahabatnya itu. Reza yang masih berada di belakang mereka tampak bingung dengan situasi tersebut. Ia tidak mengerti kenapa Sekar tiba-tiba berubah sikap dan mendekati Langit dengan begitu cepat.
Reza pun maju sedikit dan bertanya dengan nada penasaran, “Sekar, kenapa kamu tiba-tiba pergi? Apa yang terjadi?”
Sekar menoleh ke arah Reza, mencoba untuk menjelaskan dengan singkat. “Maaf, Reza. Aku harus pergi. Ada sesuatu yang penting dengan Langit.”
Reza semakin bingung. “Kamu dan Langit… apa hubungan kalian sebenarnya?”