Tujuh Hari Untuk Sekar

Baggas Prakhaza
Chapter #13

Kekhawatiran

Langit duduk di bangkunya, mencoba fokus pada buku yang terbuka di depannya. Namun, pikirannya terusik. Dari sudut matanya, ia bisa melihat Sekar dan Reza yang duduk tak jauh darinya. Reza tampak tersenyum sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya sebuah kotak kecil berbungkus kertas berwarna cokelat. Tanpa ragu, Reza menyerahkannya kepada Sekar yang langsung tersenyum lebar.

Langit tahu apa isi kotak itu. Cokelat. Cokelat yang manis, seperti perasaan yang Reza coba ungkapkan kepada Sekar. Dan pemandangan itu membuat hati Langit terhimpit. Perasaan yang selama ini ia pendam kini berubah menjadi rasa cemburu yang menusuk. Setiap kali melihat Sekar bersama Reza, hatinya seperti diremas. Ia sadar, rasa cemburu ini semakin sulit ia kendalikan.

Sekar menerima cokelat itu dengan senyum yang cerah, lalu tertawa kecil ketika Reza menggodanya. Bagi orang lain, momen itu mungkin terlihat manis, namun bagi Langit, momen itu seperti pisau yang menghujam hatinya. Tanpa berpikir panjang, Langit berdiri dan meninggalkan kelas. Ia tak bisa lagi menahan diri untuk tetap berada di sana, menyaksikan kedekatan antara Sekar dan Reza yang semakin tak tertahankan.

Langit melangkah cepat menuju toilet sekolah, berusaha menghindari tatapan penasaran dari teman-temannya. Begitu tiba di toilet, ia menutup pintu dan bersandar di dinding. Nafasnya terasa berat, dadanya sesak. Ia menggenggam dadanya dengan kuat, seolah-olah mencoba meredam rasa sakit yang begitu menghimpit hatinya.

"Cemburu… Aku cemburu," gumam Langit pelan, suaranya terdengar serak di ruang sempit itu. Ia tahu perasaan ini salah. Sekar adalah sahabatnya, dan ia seharusnya bahagia melihat Sekar bahagia. Namun, perasaan cinta yang ia simpan begitu dalam kini menyeruak, menuntut untuk diakui. Dan melihat Sekar begitu dekat dengan Reza, membuatnya merasa tak berdaya.

Langit menatap bayangannya di cermin. Wajahnya tampak lelah, dan matanya memerah. Ia mencoba menenangkan diri, mengambil napas dalam-dalam. "Aku harus kuat," pikirnya. "Aku tidak boleh merusak persahabatan kami hanya karena perasaan ini."

Setelah beberapa menit, Langit merasa sedikit lebih tenang. Ia keluar dari toilet, berniat kembali ke kelas. Namun, ketika ia mendekati ruang kelasnya, ia melihat sesuatu yang tidak biasa. Banyak siswa berkumpul di depan pintu kelas, berbicara dengan panik dan saling berbisik. Hati Langit mulai terasa tidak enak. Ada firasat buruk yang tiba-tiba merasukinya.

Tanpa berpikir panjang, Langit berlari melewati kerumunan itu, memaksa dirinya masuk ke dalam kelas. Dan di sana, di tengah ruangan, ia melihat pemandangan yang membuatnya terkejut. Sekar terkapar di lantai, tidak sadarkan diri, sementara darah segar mengalir dari hidungnya.

"SEKAR!" Langit berteriak panik. Tanpa sadar, ia mendorong Reza yang berusaha mendekati Sekar. "Apa yang kau lakukan padanya?" tanya Langit dengan marah, suaranya bergetar penuh emosi.

Reza, yang terlihat sama paniknya, menggeleng cepat. "Aku nggak melakukan apa-apa, Langit. Aku juga nggak tahu kenapa ini bisa terjadi. Biar aku bantu."

Namun, sebelum Reza bisa menyelesaikan kalimatnya, Langit sudah meraih tubuh Sekar dan menggendongnya. "Minggir! Jangan coba mendekati Sekar lagi!" kata Langit dengan nada penuh kemarahan dan kecemasan.

Lihat selengkapnya