Tujuh Hari Untuk Sekar

Baggas Prakhaza
Chapter #25

Janji yang Sudah Terukir

Matahari siang mulai condong ke barat ketika Langit dan Sekar melangkah bersama di taman kota yang rindang. Langit mengenakan jaket hitam favoritnya, sementara Sekar dengan ceria mengayunkan tangannya yang menggenggam tangan Langit. Mereka berbincang tentang banyak hal, mulai dari hal-hal kecil sehari-hari hingga rencana masa depan. Langit merasa nyaman dengan kehadiran Sekar yang selalu bisa membuat suasana hati menjadi lebih baik.

Setelah beberapa saat berjalan mengitari taman, Sekar tiba-tiba membuka pembicaraan yang membuat suasana berubah sedikit tegang. "Langit, aku ingin membicarakan sesuatu," katanya, suaranya sedikit lebih serius dari biasanya. Langit melirik ke arahnya, menunggu kata-kata selanjutnya. "Tentang Reza...," lanjut Sekar.

Langit langsung terdiam. Nama Reza tiba-tiba menghentikan langkahnya. Sekar, yang memperhatikan reaksi Langit, tersenyum kecil. "Kenapa kamu diam? Kamu pasti cemburu, ya?" Sekar menggodanya dengan nada bercanda, tapi tatapannya memperhatikan dengan seksama.

Langit yang biasanya tenang dan bijak, mendadak tampak salah tingkah. Ia membuang wajahnya ke arah lain, berusaha menyembunyikan rona merah yang mulai naik ke pipinya. "Tidak, mana pernah aku cemburu," jawabnya dengan nada yang terdengar tidak meyakinkan.

Melihat reaksi Langit yang berusaha keras menyembunyikan perasaannya, Sekar tertawa kecil. "Iya, pasti kamu cemburu," godanya lagi, membuat Langit semakin tersipu malu. Sekar memang tahu betul bagaimana membuat Langit merasa tidak nyaman dalam candaan yang manis ini. Tapi di balik semua itu, Sekar tahu bahwa Langit hanya sedang mencoba melindungi perasaannya, yang sebenarnya memang cemburu, walau tidak mau mengakuinya.

"Cemburu itu wajar, Langit. Itu berarti kamu sayang sama aku," lanjut Sekar sambil tersenyum lebar. Langit hanya bisa menggelengkan kepala, masih berusaha memulihkan wajahnya yang terasa panas. Tetapi di dalam hatinya, ia tidak bisa menyangkal bahwa sedikit rasa cemburu memang muncul ketika mendengar nama Reza, teman sekolah yang pernah mencoba mendekati Sekar.

Setelah beberapa saat, mereka berdua melanjutkan langkah mereka hingga tiba di sebuah pohon besar di tengah taman. Pohon ini terlihat unik karena banyak botol kaca kecil yang tergantung di dahan-dahannya, seperti hiasan angin yang berkilauan di bawah sinar matahari sore. Di dalam setiap botol, terlihat secarik kertas yang tergulung rapi, seolah-olah menyimpan rahasia yang dalam.

Sekar menghentikan langkahnya dan menatap pohon itu dengan senyum penuh kenangan. "Langit, kamu tahu cerita tentang pohon ini?" tanyanya.

Lihat selengkapnya