Tujuh Hari Untuk Sekar

Baggas Prakhaza
Chapter #41

Langit dan Bunga Tulip

Berbulan-bulan berlalu, namun bagi Langit, waktu seakan terhenti pada hari di mana Sekar meninggalkannya. Setiap pagi ia bangun dengan hati yang terasa kosong, seperti bagian penting dari dirinya telah hilang. Semua kenangan tentang Sekar terus menghantuinya, terutama bunga tulip yang ia simpan di kamar. Bunga itu, yang dulu menjadi saksi cinta mereka, kini menjadi simbol kesedihannya. Setiap kali ia menatapnya, kenangan manis tentang Sekar kembali menyeruak, membawa rasa sakit yang tidak terkatakan.

Langit akhirnya merasa tak sanggup lagi. Suatu pagi yang kelabu, dengan hujan rintik-rintik di luar jendela, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang ia pikir akan membantunya melepaskan Sekar. Ia ingin mengembalikan bunga tulip itu ke toko tempat ia membelinya. Bunga yang dulu ia bawa sebagai harapan, kini menjadi beban yang terus mengingatkannya pada kehilangan. Dengan langkah berat, Langit menggenggam pot bunga tulip itu, melangkah keluar dari rumahnya menuju toko bunga tempat Kana dan Gema bekerja.

Setibanya di toko bunga, Langit melihat Kana dan Gema sedang sibuk merawat bunga-bunga di sana. Toko itu masih sama seperti terakhir kali ia datang bersama Sekar, penuh dengan warna dan aroma segar bunga. Namun, kali ini, tempat itu terasa berbeda baginya. Tak ada lagi kegembiraan yang dulu ia rasakan saat bersama Sekar. Kini yang tersisa hanya keheningan dan rasa hampa yang menyelimuti hatinya.

Gema, yang sedang merapikan bunga mawar di sudut toko, melihat Langit datang dengan wajah pucat dan mata yang tampak lelah. Ia menghentikan kegiatannya dan menatap Langit penuh perhatian. Kana, yang sedang menyiram bunga tulip di meja dekat jendela, juga memperhatikan kehadiran Langit. Mereka berdua tahu ada yang tidak beres. Biasanya, Langit selalu datang bersama Sekar dengan senyum ceria. Tapi kali ini, ia datang sendiri, dengan pot bunga tulip di tangannya dan wajah penuh kesedihan.

Langit mendekat ke meja kasir dengan langkah yang berat. Gema dan Kana menghampirinya, hendak menanyakan kabar. Namun, sebelum mereka sempat bicara, Langit langsung mengatakan, "Aku ingin mengembalikan bunga tulip ini."

 

Gema dan Kana terdiam sejenak. Kana memandang Langit dengan tatapan penuh tanya, "Kenapa kamu ingin mengembalikannya, Langit?"

Langit tidak menjawab. Ia menunduk, matanya berkaca-kaca, dan sebelum ia sempat menahan diri, air matanya jatuh satu per satu. Gema segera menutup toko, menurunkan tirai jendela, dan mematikan lampu neon di papan nama. Ia tahu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berdagang bunga. Ia tahu bahwa Langit sedang dalam keadaan yang sangat rapuh.

Lihat selengkapnya