Tujuh Hari Untuk Sekar

Baggas Prakhaza
Chapter #45

Kembali ke Dunia

Setelah berbulan-bulan terjebak dalam duka yang mendalam, Langit akhirnya mulai menapak keluar dari bayang-bayang kesedihan. Hari ini, langkahnya terasa lebih ringan saat ia berjalan menuju kantor. Matahari yang bersinar cerah pagi itu seakan memberikan sambutan hangat, seolah-olah dunia merasakan kebangkitan hatinya yang telah lama terluka. Meski rasa kehilangan itu masih menghuni sebagian besar ruang di dalam hatinya, Langit mulai memahami bahwa ia harus hidup dengan damai, untuk dirinya dan untuk Sekar, yang telah memberi banyak pelajaran tentang cinta dan keberanian.

Sesampainya di kantor, ia memasuki ruangan dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya. Teman-temannya di kantor yang selama ini melihat Langit terpuruk dalam kesedihan, kini menyadari perubahan itu. Mereka melihat sinar kehidupan kembali bersinar dalam diri Langit. Langkahnya lebih mantap, sorot matanya lebih tenang, dan ada sedikit kehangatan dalam setiap gerakan.

Freya, teman satu bangku Sekar semasa sekolah, memperhatikan perubahan tersebut dari kejauhan. Sejak kehilangan Sekar, Freya selalu mengkhawatirkan Langit. Ia tahu betapa dalam cinta Langit pada Sekar, dan melihat bagaimana pria itu hancur berkeping-keping setelah kepergian orang yang paling ia cintai. Hari-hari yang dilalui Langit selama berbulan-bulan penuh dengan kesunyian dan kesedihan, namun hari ini berbeda.

Freya berdiri di dekat jendela kantornya, memandang keluar sambil memikirkan Sekar. Dia mengenang senyum Sekar yang selalu ramah, tawa ringannya yang mampu menerangi ruangan, dan perhatian yang dia berikan kepada semua orang. Dalam hatinya, Freya tahu bahwa Sekar pasti bangga melihat Langit berhasil bangkit.

Sambil mengusap air mata yang jatuh tanpa sadar, Freya berbisik pelan, "Sekar, kamu berhasil. Kamu telah membuat hati seseorang kembali damai, terutama Langit. Terima kasih, Sekar. Kamu selalu ada, bahkan setelah kepergianmu."

Tepat saat itu, Langit menghampiri Freya dengan senyuman lembut. Di tangannya, ada segelas cokelat panas yang masih mengepul. "Ini untukmu," ucap Langit sambil menyodorkan gelas tersebut.

 

Freya terkejut, tidak menyangka Langit akan menghampirinya dengan membawa minuman. Ia tersenyum kecil, menerima cokelat panas itu dengan tangan bergetar. "Terima kasih, Langit," katanya, mencoba menenangkan hatinya yang penuh emosi.

Lihat selengkapnya