Malam itu terasa berbeda. Langit duduk di atas ranjang kamar Sekar, memeluk erat buku diary yang telah menjadi teman setianya beberapa hari terakhir. Udara dingin malam menyusup melalui jendela kamar yang sedikit terbuka, membuat ruangan itu terasa begitu sunyi. Tapi di tengah kesunyian itu, ada ketenangan yang mengisi hati Langit. Ia tahu malam ini akan menjadi malam yang penuh emosi, karena ia akan melanjutkan membaca halaman-halaman terakhir dari diary Sekar.
Langit membuka buku itu perlahan, matanya menelusuri setiap kata dengan penuh perhatian. Setiap kalimat, setiap baris, seperti membawa Sekar kembali ke sisinya, memberinya kehangatan yang telah lama hilang.
_"Langit, maafkan aku tidak pernah menceritakan penyakitku dan menyembunyikan semuanya darimu,"_ tulis Sekar. Langit terdiam. Dadanya terasa sesak, seolah kata-kata itu telah menahan seluruh napasnya. "Aku sangat menyayangimu. Aku tidak ingin kamu terluka dalam keadaanku."
Air mata mulai mengalir dari sudut matanya. Langit merasakan tangannya bergetar saat ia melanjutkan membaca. Setiap kata terasa seperti pesan terakhir Sekar yang selama ini tersembunyi, pesan yang kini membuka luka di hatinya namun juga memberikan jawaban yang selama ini ia cari.
_"Aku mencintaimu, Langit. Buka hatimu kembali untuk cinta yang ingin masuk, ya? Dan tersenyumlah. Aku tidak suka jika kamu tidak tersenyum."_
Langit memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan dirinya. Sekar selalu ingin dia bahagia, selalu ingin melihat senyumnya. Namun, di saat itu juga, ia merasa berat untuk benar-benar melepaskan semua kenangan. Bagaimana mungkin ia bisa tersenyum saat dunia seakan kehilangan warnanya sejak kepergian Sekar? Tapi sekarang, kata-kata Sekar ini seperti sebuah sinar yang menyusup melalui kegelapan hatinya.
Ia terus membaca, tak ingin melewatkan sepatah kata pun. Di halaman terakhir, Langit menemukan sebuah kalimat yang membuat seluruh tubuhnya gemetar.
_"Terima kasih atas bunga tulip yang indah. Aku ingin sekali memelukmu saat kamu membaca ini."_
Langit menatap halaman itu lama, air matanya tak bisa berhenti mengalir. Dia memejamkan mata, merasakan seluruh perasaannya berkecamuk. Dia ingin sekali memeluk Sekar, merasakan kehangatannya sekali lagi. Namun kenyataan yang ada, Sekar sudah tiada, dan yang tersisa hanya kenangan dan kata-katanya.