Tujuh Hari Untuk Sekar

Baggas Prakhaza
Chapter #52

Dua Tahun Berlalu dengan Cepat

Dua tahun berlalu secepat angin yang membawa kisah-kisah cinta dari masa lalu ke masa kini. Langit kini berdiri di hadapan kerumunan orang yang memenuhi ruangan sebuah acara peluncuran buku. Di hadapannya, para penggemar yang telah mengikuti perjalanannya, yang telah menangis dan tertawa bersama setiap kata yang ia tuliskan dalam novelnya, "Tujuh Hari Untuk Sekar" Hari ini adalah puncak dari perjalanan yang penuh air mata, pengorbanan, dan cinta yang tak lekang oleh waktu.

Ruangan itu penuh dengan kehangatan dan harapan. Langit berdiri di panggung, di bawah sorotan lampu yang terang namun terasa lembut, seperti pelukan Sekar yang selalu membalut hatinya. Senyuman hangat terpancar dari wajahnya, dan ada sinar damai di matanya yang selama ini jarang terlihat. Mikrofon di genggamannya bergetar sedikit, namun bukan karena gugup, melainkan karena gelombang emosi yang mengalir di dalam dirinya.

Dia mengamati ruangan itu dengan seksama. Banyak wajah yang tak ia kenali, namun ada pula yang begitu familiar. Freya duduk di barisan depan, memberikan dukungan dengan senyum lembut dan mata yang penuh dengan semangat. Orang tua Sekar juga hadir, duduk dengan bangga dan air mata yang menggenang di mata mereka. Mereka semua adalah bagian dari kisah ini, saksi dari cinta yang mengubah hidup Langit selamanya.

Langit mengambil napas dalam, lalu memulai pidatonya. "Selamat malam, semuanya. Terima kasih telah hadir di sini, dalam momen yang sangat berarti bagi saya." Suaranya terdengar tenang, namun dalam setiap kata yang keluar, ada perasaan mendalam yang menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya. "Dua tahun lalu, aku kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Sekar... dia adalah cintaku, belahan jiwaku, dan inspirasiku."

Kerumunan mendengarkan dengan penuh perhatian. Langit tahu bahwa banyak dari mereka telah membaca kisahnya, telah merasakan kepedihan dan kebahagiaan yang ia tuangkan dalam buku tersebut. "Buku ini," lanjutnya sambil mengangkat novel "Tujuh Hari Untuk Sekar" dengan penuh penghormatan, "adalah caraku untuk mengabadikan cintaku pada sekar. Aku menulis setiap kata dengan harapan bahwa cinta yang kami miliki bisa hidup selamanya, bahkan setelah Sekar tidak lagi di dunia ini."

Langit berhenti sejenak, mengambil napas untuk menahan emosi yang membuncah. Ia melanjutkan, "Sekar adalah orang yang selalu membuatku merasa hidup. Dia mengajarkanku untuk mencintai dengan sepenuh hati, untuk menikmati setiap momen yang diberikan kehidupan, dan untuk tetap kuat meskipun menghadapi kehilangan. Lewat buku ini, aku ingin membagikan pelajaran itu kepada kalian semua. Bahwa cinta tidak pernah benar-benar berakhir, bahkan ketika kita harus berpisah."

Matanya berkaca-kaca saat ia mengingat saat-saat indah bersama Sekar. "Menulis buku ini adalah proses penyembuhan bagiku. Setiap kata yang kutulis, setiap halaman yang kuciptakan, seolah-olah aku berbicara dengan Sekar lagi, berbagi cerita dan tawa yang kami miliki. Buku ini bukan hanya tentang kenangan, tetapi juga tentang harapan. Harapan bahwa kita bisa menemukan kedamaian dalam kenangan dan melanjutkan hidup dengan cinta yang masih kita bawa."

Ruangan itu hening, hanya suara Langit yang terdengar. Ia merasakan kehadiran Sekar di sekitarnya, seolah-olah gadis itu berada di antara mereka, tersenyum dengan lembut seperti yang selalu ia lakukan.

Lihat selengkapnya