Kemal di sini. Kelihatannya aku dapat giliran terakhir, ya.
Karena kalian sudah mengungkapkan rahasia masing-masing, maka aku juga akan menulis jujur di sini. Aku cukup terharu dengan keberanian kalian untuk mengakui perbuatan masing-masing meski itu berat.
Sebelumnya, maaf kalau hal yang aku sembunyikan bisa saja tidak hanya mengejutkan kalian tetapi juga membuat kalian merasa terkhianati. Percayalah, aku dan Jan melakukan ini semua demi kebaikan kita semua.
Oke, pertama-tama, dengan berat hati kukatakan bahwa Ayu bukanlah satu-satunya korban Guru. Leila juga, istri Guru sendiri. Hal itu terjadi beberapa bulan yang lalu.
Bagaimana aku bisa tahu? Sebetulnya murni ketidaksengajaan. Rangga sempat menulis bahwa suatu kali ia sempat menyaksikan Guru membenturkan kepala Leila ke dinding. Sebenarnya tidak berhenti di situ. Rangga mungkin keburu pingsan karena dipukul oleh vas makanya tidak tahu, tetapi aku melihatnya. Saat itu, Leila tidak kunjung bangun lagi.
Aku panik. Meski kepalaku juga saat itu berdenyut-denyut sakit bekas dipukul, meski mata kananku tidak bisa terbuka karena darah mengalir deras akibat pecahan vas yang melukaiku, aku segera berlari ke tempat Leila terkapar. Kuguncang-guncang tubuhnya, berusaha membangunkan dia, tetapi Leila tetap terbujur kaku.
Ketika kusentuh pergelangan tangan dan lehernya, tidak ada yang berdetak di sana. Tidak ada pula hembusan napas dari hidungnya. Aku seketika tahu, Guru sudah membunuh Leila.
Aku sempat membentak Guru, menyuruhnya bertanggung jawab. Dia menggamparku supaya diam, mengancamku untuk tutup mulut soal ini. Ekspresi Guru sangat panik, sesuatu yang hampir tak pernah terlihat.
Saat itu aku sangat marah, baru saja akan kuhajar Guru ketika tiba-tiba Jan datang dan menarikku mundur. Ia menyuruhku diam dan mulai mengambil alih situasi.
Waktu itu aku sangat kesal karena dipaksa diam padahal perbuatan Guru sama sekali tidak bisa dimaafkan. Namun, saat itu aku gagal melihat sebuah pisau lipat di tangan Guru, yang baru ia ambil dari sakunya.