Tujuh Pengakuan

Tazkia Irsyad
Chapter #10

Pengakuan 7: Intan

Halo, sudah lama tidak bertemu. 

Maaf aku jarang menulis. Padahal Jan sengaja memberikanku buku ini supaya bisa mencurahkan isi hati yang tidak akan dibaca oleh siapapun. Jan bilang, karena kondisi unik kami, sangat penting bagi aku untuk tetap menyimpan beberapa hal untukku sendiri, supaya aku tetap punya "identitas". 

Akhir-akhir ini aku sedang tidak ingin keluar dan mengambil alih tubuh. Setelah Ayu, sahabatku, menghilang berbulan-bulan lalu, rasanya hidupku mendadak terasa lebih kosong dari biasanya. 

Aku yakin Jan bisa mengatur yang lain dengan baik supaya tubuh ini baik-baik saja. Meski katanya Haekal dan Angga masih tak bisa menerima bahwa mereka memiliki tubuh perempuan, mereka tetap berusaha berpura-pura menjadi aku setidaknya di sekolah. 

Aku jadi merindukan Ayu lagi, karena dia lah satu-satunya yang tahu tentang kondisiku dengan kepribadian-kepribadian lain ini. Dia tahu dan dia tetap menerimaku. 

Aku punya dugaan kalau Ibu juga paling tidak menyadari, tetapi dia tetap pergi meninggalkanku. Kukira Ibu merasa tidak bisa mengurus anak perempuannya yang menderita kepribadian ganda. Makanya, Ayu sangat berharga bagiku. Aku sangat menyayanginya.

Ketika Ayu menghilang beberapa bulan lalu, aku merasa sangat sedih dan terkhianati. Berbulan-bulan kupikir dia juga meninggalkanku seperti Ibu, merasa aku terlalu merepotkan atau menyebalkan dan dia tidak tahan lagi. Namun, tadi malam aku akhirnya mengetahui kebenarannya. 

Sebenarnya aku tak sengaja. Awalnya aku "tertidur", kemudian tiba-tiba aku terbangun tapi tidak bisa mengendalikan tubuhku. Ternyata seseorang sedang mengambil alih tubuh. Kuperhatikan tubuh ini berjalan keluar rumah menuju halaman, lalu dengan sekop yang ternyata ada di tangan, ia mulai menggali tanah. 

Betapa terkejutnya aku ketika kulihat sebuah tubuh tertimbun di balik tanah. Tubuh itu tiba-tiba diambil keluar dengan cukup susah payah, aku tahu badanku memang termasuk kurus dan cukup kecil. Kemudian, siapapun itu yang sedang mengendalikan tubuhku pun menyeret mayat itu ke dalam rumah. 

Saat itu, lampu banyak yang dimatikan sehingga aku kurang bisa mengidentifikasikan mayat tersebut. Barulah ketika sampai di kamar mandi dan lampu dinyalakan, aku mengenali wajahnya yang sangat pucat dan kotor oleh tanah juga bercak-bercak darah. Itu wajah Ayah. 

Lihat selengkapnya