10 April 2020
Ini harusnya Jumat Agung.
Bukan cuma untuk gue, tapi untuk rumah tangganya pasutri Silaban juga.
Tapi mengapa oh mengapa gue masih belum bisa lolos video conference pagi ini?
Gereja memang tutup, tapi bukan berarti tidak ada ibadah, kan? Setahu gue Jumat Agung merupakan bagian dari rangkaian acara menuju Paskah. Meski negara sudah mengumumkan bahwa seluruh tempat umum wajib ditutup sampai pandemi bisa dikendalikan, bukan berarti pastor mereka libur begitu saja. Mereka justru wajib kerja di agenda penting semacam ini.
Karena Pak Rovindang selalu mengecek keberadaan anak buah, ia selalu mewajibkan semua orang untuk mengaktifkan kamera depan laptop supaya bisa mengawasi kami secara saksama. Fu-fu-fu, dikiranya gue enggak punya akal bulus? Gue tentu saja sudah menyiapkan rekaman video di kamar sebagai background saat menghadiri meeting, sehingga tidak ada seorang pun yang tahu bahwa saat ini gue sedang berjalan-jalan tidak jelas di sekitar komplek, mencari-cari keberadaan tukang bubur kacang hijau untuk sarapan. Sejak pandemi, gue bisa dibilang mendadak gila.
Terkadang gue bisa tiba-tiba memutar kepala ke belakang untuk memastikan bahwa tidak ada mengawasi gue sama sekali. Bahkan pergi ke kamar mandi saja rasanya seperti masuk ke militer. Gue selalu membayangkan ada tentara wanita menunggu di depan toilet sambil memegang stopwatch. Mau makan saja harus curi-curi waktu. Masih bagus kalau gue ada waktu buat bikin telur dadar, seringnya gue lebih suka beli makanan lewat aplikasi online. Semua ini karena video conference beruntun dan paralel yang berlebihan!
Pagi ini tentunya bukan dibuka dengan basmallah kayak mau pengajian Dhuha, meski tentunya acara sudah dimulai sejak pukul 7 pagi. Seperti biasa, acara selalu dimulai dengan misuh selama satu jam. Gue selalu menyebutnya sebagai sesi acara “Curhat Dong Pah” mengingat yang Pak Rovindang omongkan selalu terkait problematika kehidupannya sebagai vice president. Perpolitikan kantor yang sejak awal memang bengis, makin menampakkan taringnya. Dorongan melaksanakan transformasi “Run Digital” menjadi-jadi hingga kami selalu melakukan meeting setiap hari dengan departemen Corporate Transformation.
Sebagaimana layaknya nasi liwet yang kurang komplit tanpa keberadaan sambal, rapat transformasi ini tidak akan ramai jika tidak dihadiri oleh Bu Nariti Silaban, istri dari Pak Rovindang yang menjabat sebagai vice president di Corporate Transformation. Gue akui Pak Rovindang cukup royal memberikan uang makan untuk kami jika ada lembur melalui TelcaPay, tapi sama saja. Gue tidak butuh kebaikan hatinya. Gue hanya butuh istirahat. Tiap hari kok bertemu orang kantor lagi, orang kantor lagi. Gue kok kayak tidak punya kehidupan ya?!
Sementara itu, enak benar jadi si Bebe! Karena dia hanya office boy yang merupakan tenaga outsource, Bebe tentunya tidak perlu kerja rodi siang malam seperti gue. Pernah suatu waktu gue iseng chat dirinya, yang langsung dibalas dengan cepat.
#VeroAja
Beb, lagi ngapain?
Bebe
Kalau Mas Jav pakai “I” baca ini bakal keliatan ambigu, Mbak, hehehe
#VeroAja
Ngapain bawa-bawa si Javi? Muak gue lihat mukanya tiap kali vidcon
Bebe
Haduh-haduh, Mbak itu harusnya prihatin sama Mas Jav pakai “I”
#VeroAja
Buat apa anak direktur model dia nelangsa? Memangnya dia kayak lo, kecrek-