17 Juli 2020
Aku jadi semakin yakin bahwa yang Rovindang lakukan terhadapku adalah bentuk hukuman yang sengaja dibuat berangsur-angsur. Karena aku sudah melakukan pemberontakan, tentunya ini membuat Rovindang naik pitam. Bukankah dia lebih suka dengan anak buah yang submisif dan tidak pernah mengkritik balik? Jadi agar bisa menekan posisiku, bisa jadi alasannya merekrut Bu Diah agar bisa membuat kehidupan kerjaku jadi lebih rumit dari sebelumnya.
Tentunya bentuk hukuman yang ia berikan padaku tak berhenti sampai di situ saja. Oh, kalau bisa memberi balasan bertubi-tubi, untuk apa repot-repot menunggu? Menganggap aku lebih kompeten terkait dengan keuangan, aku diminta untuk bergabung dengan sebuah proyek persiapan initial public offering atau IPO dari anak perusahaan milik Telcacell.
Sebagai perusahaan telekomunikasi yang sedang bertransformasi menjadi lebih berorientasi pada pelanggan, maka salah satu strategi yang saat ini Telcacell tempuh adalah dengan menjadikan salah satu anak usaha miliknya agar bisa ditawarkan ke masyarakat. Dengan seperti ini, Telcacell bisa menaikkan valuasinya hingga tahap tertentu. Jadi kelak ketika anak perusahaan ini siap untuk menjual sahamnya ke pasar modal, maka harga saham Telcacell juga bisa ikut naik.
Telcacell sendiri berencana menggunakan bisnis data center sebagai pijakan untuk bisa meraup keuntungan di bidang digital di masa yang mendatang. Sesuai dengan semangat transformasi yang pura-puranya berjalan dengan sempurna di kantor, maka rencana ini dianggap merupakan cara terbaik agar berbagai perusahaan digital besar seperti Facebook dan Google mau melirik data center milik anak perusahaan Telcacell dan menyewa ke sini. Dengan wacana memperkuat konektivitas agar bisa mendukung pembaharuan di dunia digital, Telcacell ingin bisa segera terjun menjadi yang terbaik di bisnis data center tanah air.
Oh, jangan kira aku bodoh. Mendengar penjelasan Mas Santan yang membosankan itu sudah cukup bagiku sebagai pertanda bahwa Rovindang memang sudah mengibarkan bendera perang. Baiklah, aku pun sudah siap. Aku sudah punya segenap rencana agar bisa membongkar kejahatan yang sudah dilakukan, termasuk terhadap Mas Rifan. Bukan berarti aku sengaja membongkar karena benar-benar peduli dengan hidup Mas Rifan yang sepertinya masih gelap gulita secara harfiah; aku memang tahu persis kejadian itu karena kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri.
Akhirnya aku mengetahui penyakit Mas Rifan setelah tidak sengaja menguping pembicaraan Mas Santan dengan Rovindang kemarin pagi. Keduanya tengah berbincang-bincang di pantry dengan suara pelan, seolah tak ingin ada yang mendengarkan sama sekali. Biasanya pukul 8 pagi aku sudah ada di mejaku, tetapi aku sengaja mampir minimarket terlebih dahulu untuk membeli pembalut. Cukup lama aku bersembunyi di balik loker dekat pantry office boy, hingga kulihat lelaki klimis teman mainnya Veronika keluar dari ruangan dan tersenyum melewatiku. Dia pasti tahu kelakuanku yang mendadak saja berpura-pura tertarik dengan isi lokerku yang tak seberapa. Kuharap orang itu sama sekali tak menyebarkannya ke siapa pun!