4 hari kemudian, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, 27 Juli 2020
Hari ini merupakan jadwal gue untuk kerja, tapi rasanya malas sekali beranjak dari minimarket yang terletak di lantai 8. Jarum menit dan detik di pergelangan tangan gue menunjukkan angka yang sudah melewati jadwal masuk kerja. Apa sebaiknya gue balik saja ke rumah? Hhh, kalau seandainya Mbak Indita tidak ada di rumah, gue juga maunya pura-pura sakit saja dan bolos kerja!
Mbak Indita mungkin tidak akan mengadu pada yang lain. Namun gue sedang malas berurusan dengannya sejak dia berkata kasar tempo hari. Senior satu ini jelas bukan tipe yang mudah disukai dan gue bisa maklum. Hanya saja omongan saat itu cukup keterlaluan. Apa pula yang membuatnya berasumsi bahwa gue mudah sekali dibeli oleh klannya si Naga? Lalu apa salahnya membandingkan kebaikan Bu Nariti yang jelas terlihat daripada suaminya sendiri?
Ditambah pula suasana hati gue sedang acak adut lantaran ini hari pertama menstruasi. Berkat Mas Rifan, gue tidak perlu menemani si Naga ke Surabaya beberapa bulan lalu. Sekarang senior gue masih berstatus missing in action, ditambah lagi tidak mungkin gue memakai alasan sama kedua kalinya! Maka yang bisa gue lakukan adalah mengusap-ngusap perut yang mulai terasa kram sambil meminum suplemen jamu datang bulan yang baru gue beli.
Bahkan mengungsi ke pantry tempat Bebe berada saja tidak bernafsu. Memang banyak cemilan di sana, gue pun tidak perlu sungkan juga lantaran tidak akan ada yang menduga bahwa selama ini pantry office boy merupakan tempat keramat kabur gue setiap mumet dengan urusan kantor. Apa, ya? Gue sendiri tidak bisa mendefinisikan “sesuatu” yang membebani gue selama beberapa minggu terakhir.
Sebetulnya pesan yang berisi ancaman bukan merupakan awalan dari “sesuatu” yang membuat gue tidak tenang belakangan ini. Pesan itu hanya salah satu rangkaian peristiwa tidak mengenakkan yang gue alami. Apa ya, kalau gue ibaratkan, mungkin seperti ada yang diam-diam mengawasi gue, hanya saja gue tidak bisa melihatnya sama sekali. Hiih, apa jangan-jangan gara-gara pandemi maka para hantu di gedung kantor berpesta pora? Bisa saja kan, mereka merasa terganggu dengan keberadaan manusia yang mulai masuk kantor lagi hingga akhirnya mulai mengerjai semua satu persatu?
Memang belum ada cerita apa pun yang beredar dan sampai ke telinga gue. Ini juga alasan lain keengganan gue mampir ke pantry: gosip bisa jadi sudah beredar! Pantry office boy rupanya merupakan sarang sumber gosip nomor wahid, mengingat setiap pekerja di sana ternyata sangat suka memasang telinga mereka di dinding-dinding kantor.
Yah, bukannya gue tidak pernah menyangka bahwa office boy di sini biang gosip. Toh berita mengenai karyawan pertama Telcacell yang terjangkit virus saja berasal dari sini. Berkawan baik dengan office boy, sekretaris, serta satpam kantor jelas terbukti berguna. Di sisi lain, jika memang ada gosip hantu beredar… gue sama sekali tidak ingin tahu rupa hantu gentayangan yang menghuni gedung ini.
Gue bukannya takut hantu. Tidak, gue bukan penakut! Hanya saja, boleh kan berasumsi bahwa tidak pernah ada yang “menemani” gue bekerja selama di kantor? Maksud gue, kalau memang benar ada yang mengawasi gue selama ini… bukankah gawat? Memangnya manusia mana sih yang ingin ranah privasinya diganggu? Apa asyiknya kalau nama gue jadi terkenal berkat aib insiden selang air toilet bocor di kalangan jurig sosialita?
Melihat Bebe bersikap biasa ketika gue masuk kerja di shift berikutnya, gue sempat ingin menyinggung lebih jauh alasannya kabur meninggalkan gue di momen naas tersebut. Lelaki klimis itu malah tertawa dan tidak berbicara lebih jauh lagi. Jadi makin penasaran, kan? Apa lagi mengingat dia pernah mengatakan bahwa ruang kerja si Naga adalah ruangan teraman di lantai tersebut… bukankah patut dicurigai? Di saat gue bersikeras ingin mengorek jawaban, Bebe malah menyumpal mulut gue dengan keripik ubi ungu.
Kenapa pula dia terlihat buru-buru pergi seperti tidak ingin bertemu dengan si Naga? Apa benar si Naga sedang memantrai satu persatu meja dengan rapalan tertentu karena dia bisa “melihat”? Apa jangan-jangan ada rahasia lain yang tidak Bebe ungkapkan ke gue selain kemungkinan bahwa dia adalah anak dari juragan pemilik perkebunan dan peternakan terkemuka di Cirebon? Kenapa pula dia malah memilih jadi office boy? Adakah kemungkinan Bebe ternyata bisa melihat yang tak kasatmata? Mumet sekali kepala gue karena pertanyaan macam ini tidak henti-hentinya melintas!
Javi Alan Ramondo
Di mana lo? Jangan telat masuk kantor, bukannya sebentar lagi Rabarnas?
Lo liaison officer-nya kan?
Jari jempol gue sudah mengambang dan nyaris saja menyentuh layar gawai, tapi gue biarkan notifikasi itu terus menyala hingga layar gawai itu meredup kembali. Duh, menyebalkan! Ini pula salah satu alasan lain kenapa gue tidak mungkin mangkir kerja sama sekali hari ini.