Mengapa manusia sering menyesali yang sudah terjadi lantas berangan-angan bisa memperbaikinya, atau mencoba menyusun masa depan dengan penuh semangat berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik, atau mungkin meminta agar bisa terlahir kembali dengan keadaan dan bentuk yang berbeda? Aku pikir tembok-tembok kamar, dinding rumah sakit, dan tempat-tempat ibadah sudah sering mendapatkan keluhan yang sama—tidak seperti ini kehidupan yang diinginkan. Bahkan, tidak peduli seberapa deras cucuran air mata, seberapa dalam rapalan doa-doa, dan seberapa kuat usaha di setiap detiknya, hidup tidak kunjung baik-baik saja seperti yang dimau.
Kemudian, aku mulai menulis cerita ini. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bermaksud sebagai pengganti teman untuk orang-orang di luar sana yang mungkin tidak punya bahu yang ramah untuk tempat bersandar atau tempat yang hangat sekadar mencurahkan cerita-cerita hidupnya. Aku akan sangat bersyukur jika kisah ini setidaknya dapat sedikit mengobati lelahmu, menghibur tubuh dan pikiranmu yang rapuh, serta menjadi bantuan kecil agar kamu bisa menceriakan hari-hari yang tindak-tanduknya dan baik-buruknya tidak pernah bisa diprediksi.
Peluk hangat dariku,
Lia Seplia