Hai, Naya.
Sudah puaskah kamu dengan hidupmu?
Kami akan memperbaiki hidupmu dan menukarnya dengan kehidupan lain yang selama ini kamu idam-idamkan. Datanglah dengan membawa salah satu barang favoritmu. Kami siap melayani.
Di saat Naya sungguh tidak puas dengan hidupnya yang berat dan sulit, undangan berbalut amplop merah dari toko reparasi Tukar-Tambah Nasib mengusiknya. Maka, Naya menjadikan undangan tersebut sebagai sebuah langkah emas untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Di sinilah Naya. Berdiri mematung memandangi bangunan toko dua lantai yang dindingnya penuh dengan coretan abstrak, kisi-kisi jendela yang berkarat, dan lantai marmer yang berbeda motif di tiap kotaknya. Papan nama toko di atas pintu masuk tidak terpasang dengan kokoh, salah satu ujungnya terjuntai karena pakunya lepas. Lampu yang menerangi beranda pun demikian, mengerjap-ngerjap layaknya seseorang yang hendak meregang nyawa. Kondisi toko sangat kacau seolah-olah mewakili kekacauan hidup Naya sendiri.
Namun, Naya mencium wangi kopi.
Perpaduan bubuk kopi dan gurihnya gula yang diseduh air panas seakan-akan memanggilnya untuk meneruskan langkah. Naya tanpa sadar meremas undangan di tangannya, pun menahan napas. Detak jantungnya kian cepat. Dia gugup sekaligus bersemangat untuk menukar kehidupannya dengan kehidupan orang lain yang selama ini dia idam-idamkan. Bukankah ini kesempatan yang bagus?
Kesempatan bagus seringnya tidak datang saat kamu mengharapkannya. Kesempatan bagus seringnya datang saat kamu tidak berekspektasi apa-apa. Sama seperti Naya. Dia tengah melakukan rutinitasnya sehari-hari sebagai kasir minimarket saat rekannya datang memberitahukan bahwa seseorang mengantarkan paket untuknya.
Paket itu diantar langsung oleh pacarnya, Aji, yang bekerja sebagai kurir sebuah jasa ekspedisi di seberang minimarket tempat Naya bekerja. Naya awalnya acuh tak acuh dengan isi paket tersebut, karena pikirnya itu adalah kalender tahun baru yang dia pesan tiga hari lalu. Dia menerima paket tersebut dari Aji, mengucapkan terima kasih, kemudian kembali bekerja.
Setiba di rumah, Naya membongkar isi paket tersebut dan terkejut mendapati identitas pengirim: Toko Tukar-Tambah Nasib. Isinya hanya amplop warna merah, dengan selembar kertas bertulis tangan yang amat rapi, disertai denah lokasi di belakangnya.
Naya memilih datang ke toko tersebut.
Seorang pria paruh baya dari dalam toko membuka pintu ke arah luar, kemudian melongokkan kepalanya. Sosok tersebut mengenakan celana pendek bergambar luar angkasa, kaus oblong bergambar kedalaman laut, dan apron kerja berwarna cokelat polos. Dua tangannya yang memakai sarung putih masing-masing memegang obeng dan ponsel. Dia melepas masker dan topinya sehingga terlihatlah kumis tipis serta rambutnya yang memutih. Dia tersenyum kepada Naya seraya berkata, “Selamat datang, Nak.”
Naya mengangguk kikuk.
“Amplop merah?” tanya sosok tersebut. Naya mengangguk lagi. Lalu, dia membuka pintu lebih lebar. “Masuklah,” suruhnya.
Jadi, Naya meneruskan langkah ke depan.
“Panggil saja saya Paman T-1,” kata pria paruh baya itu.
“Ti-wan?” ulang Naya, bingung.
Paman itu menjelaskan. “Huruf T dan angka 1.”
“Oh.” Naya mengangguk jua meskipun tidak begitu mengerti. “Saya mendapat undangan dari toko ini,” terang Naya seraya memperlihatkan amplop di tangannya.
“Saya akan panggilkan Bibi T-2,” kata paman itu.
“Ti-tu?” Naya mengernyit lagi. “Huruf T dan angka 2?” tebaknya.
Paman itu tergelak geli. “Anda cepat mengerti,” katanya. “Silakan lihat-lihat dulu. Kami di sini memperbaiki barang-barang.” T-1 menunjuk beberapa tukang yang tengah bekerja memperbaiki lukisan, radio, gaun, dan banyak barang lainnya. Barang-barang yang mereka perbaiki kebanyakan barang-barang antik, tua, dan lusuh. Barang-barang yang tampaknya tidak lagi layak pakai.
“Kami memperbaiki barang-barang yang berharga,” jelas T-1. “Atau barang-barang kesayangan. Dengan cara itulah kami memperbaiki atau mengubah hidup seseorang,” tambahnya.