Tum

Ais Aisih
Chapter #8

Pertemanan Kak Mina dan Ulan

 

“Oalah, Tum … Tum. Sudah dibilangin jangan dulu main ke rumah Aang. Di sana sedang banyak sekali petaka,” teriak Mamak pada Tum dengan nada jengkel.

“Ada apa sih, Mak?” Bapak bertanya dengan lembut. Ia mendapati sang istri mengomeli Tum tidak berhenti-henti. Padahal Bapak baru pulang kerja.

“Aku tuh, pusing ngurusin anak kamu, Mas. Bandel banget. Susah dibilangin. Di rumah Sam lagi banyak kejadian mistis. Kemarin aja Tum nginjek ular gede. Mulutku sampai berbusa ngingetin dia.” Mamak dengan sewotnya meraih keranjang kecil berisi kangkung yang baru disianginya. Ia membawanya ke sumur untuk dicuci.

Bapak termenung. Ia mengingat kejadian Ulan yang merasuki tubuh Mina. Keluarga Pak Sam memang sedang tidak baik-baik saja. Selepas kepergian Alim, banyak kejadian ganjil yang menimpa keluarga tetangganya itu.

“Benar kata mamakmu, Tum. Untuk sementara sebaiknya kamu mainan di rumah saja sama Trias. Kalau mau, Aang saja yang disuruh main ke sini.” Cara bicara Bapak lebih lembut dan bijaksana. Tidak seperti Mamak yang suaranya mirip dengan terompet yang ditiup. Bapak menyeruput teh yang dibuat Mamak lima menit lalu.

“Iya, Pak.” Tum mengangguk pelan.

“Benar kemarin kamu menginjak ular gede, Tum?”

“Iya, Pak. Di samping rumah Aang, waktu mau pulang ke rumah.”

Bapak menghela napas. “Ya sudah. Yang terpenting kamu enggak kenapa-kenapa. Lain kali harus lebih hati-hati, ya. Enggak cuman di rumah Aang, tapi di mana pun tempatnya, harus bisa menjaga dirimu sendiri. Apalagi kamu punya adik yang masih kecil, yang butuh dijaga dan dilindungi.” Bapak mengusap lembut pucuk kepala Tum. “Sudah sana mandi, biar mamakmu enggak ngomel terus.”

“Tur … Dar!” Suara Nenek terdengar samar oleh Tum yang sedang menyiramkan air ke badannya. Nenek memanggil Bapak dan Mamak.

“Ada apa, Bu?” tanya Bapak bangkit dari kursinya.

Dari arah dapur, Mamak tergopoh-gopoh menghampiri Nenek. Tum cepat-cepat merampungkan aktivitas mandinya.

“Itu si Mina kesurupan lagi. Aku enggak berani sendirian di rumah.”

“Memang Kakek ke mana, Nek?” Tum muncul dengan tubuh berbalut handuk. Rambutnya basah. Air menetes-netes dari ujung rambutnya.

“Kakekmu belum pulang cari rumput buat kambing, Tum.”

Bapak bergegas ke rumah Nenek. Setelah berganti baju, Tum menyusul. Mamak masih sibuk membersihkan dapur. Ia akan menyusul setelah Trias bangun tidur.

Wajah Kak Mina tengah menunduk.

“Kak Mina ….” Tum hendak mendekat dan duduk di samping Kak Mina, tapi Bapak sudah terlebih dahulu menarik tangannya.

“Itu bukan Kak Mina,” bisik Bapak lirih.

Tum akhirnya duduk di pangkuan Bapak, ikut menunggu Kak Mina untuk membuka mulut. Lebih tepatnya, menunggu Ulan yang berada di tubuh Kak Mina.

Tum terbengong-bengong ketika kakak dari sahabatnya itu menebar senyum. Tidak mungkin Kak Mina akan melakukan hal sama dengan yang dilakukan Ulan. Seingat Tum, Kak Mina akan memulai percakapan tanpa tersenyum. Kadang bibirnya maju-maju alias monyong kalau sedang berbicara. Ini lain.

Lihat selengkapnya