“Tum, kamu sudah mendingan bukan? Besok masuk sekolah, ya,” bujuk Mamak pada Tum.
Tum hanya mengangguk pelan. Pikirannya seperti kosong. Beberapa hari ini saat mengalami demam, Tum suka mengigau dalam tidurnya. Tatapannya tidak jelas arahnya. Kadang ia melotot ketakutan seperti melihat setan. Kadang juga ia tersenyum sendiri.
“Tum, mamak boleh bertanya?” Mamak berani bertanya karena panas Tum sudah turun.
“Ya, Mak,” jawab Tum singkat. Tubuhnya masih terasa lemas. Lidahnya masih terasa pahit dan seperti ada rasa logamnya.
“Setiap malam kamu selalu terlihat ketakutan. Sebenarnya apa yang kamu lihat?”
“Banyak hantu raksasa menggangguku, Mak. Mereka ngetawain aku. Mereka mainin jari mereka yang besar-besar.” Tum teringat setiap menjelang tidur, ia diganggu oleh beberapa makhluk halus bertubuh besar. Saat mereka datang, demam Tum mendadak menjadi sangat tinggi karena menahan takut. Kadang ia sampai bersembunyi di ketiak Mamak.
Seingat Tum, ada tiga makhluk halus yang mengganggu. Yang pertama seorang lelaki bertubuh sangat besar, ia berambut panjang. Kedua, adalah seorang wanita yang matanya suka melotot, rambutnya diikat ke belakang. Dan hantu ketiga, seorang laki-laki kerempeng, tetapi tubuhnya menjulang tinggi.
“Kamu kalau mau tidur baca doa dulu, Tum. Biar enggak diganggu lagi.”
“Iya, Mak.” Setiap hendak tidur dan bangun, sebenarnya Tum selalu berdoa. Memang kalau sedang sakit panas, tiga hantu itu selalu muncul mengganggu Tum.
“Terus kamu suka senyum-senyum sendiri kenapa?” kejar Mamak. Tangannya terampil melipat pakaian yang menggunung. Mumpung Trias sedang tidur siang.
“Karena Alim nengokin aku, Mak.” Tum tersenyum. Seketika senyumnya jadi sedih. “Tapi dia muncul hanya sebentar saja.”
Bulu kuduk Mamak tiba-tiba berdiri. Baju Bapak yang sedang dilipatnya sampai terjatuh ke tanah. Mamak memungut baju itu sambil menelan ludah.
“Mamak ingat enggak, waktu aku pingsan di bawah jalan undak-undakan kemarin malam?”
Wajah Mamak menjadi sedikit pucat. Banyak hal aneh terjadi akhir-akhir ini.
“Tum, sebaiknya kamu istirahat saja dulu. Nanti nunggu Bapak pulang saja ceritanya. Biar Bapak juga mendengarnya.” Mamak membuat alasan. Ia tidak ingin menunjukkan ketakutannya.
Bapak baru selesai makan malam. Ia menengok Tum di kamarnya. Di sebelahnya, ada tubuh Mamak yang sedang menidurkan Trias. Tubuh besar itu terlalu makan tempat. Terpaksa Bapak mengambil kursi kayu. Duduk di samping tempat tidur Tum.
“Tum, kata Mamak kamu mau bercerita,” ujar Bapak penuh perhatian. Aroma sabun mandi menguar dari balik kaus merahnya yang sudah memudar. Rambutnya terlihat basah dan bau sampo. Bapak memang belum lama baru selesai mandi. Ia juga mengenakan sarung, ciri khas bapak-bapak pedesaan.