Sembilan bulan sebelumnya ...
Asap setanggi yang membumbung tinggi, disertai aroma bebungaan memenuhi ruangan tak terlalu luas tanpa perabot, selain bentangan tikar pandan yang tengah dijadikan alas duduk bagi dua orang lelaki beda usia, juga tungku dupa dan guci kuningan yang berisi rendaman kembang setaman.
Narendra duduk bersila dengan takzim di hadapan Ki Sudarma, seorang dalang tua yang terkenal sangat sakti dan memiliki ilmu kebatinan yang tinggi. Tujuannya sudah jelas, ingin mendapatkan ilmu linuwih, agar ia juga bisa menjadi seorang dalang terkenal dan laris.
Sebelumnya, ia sudah bertahun-tahun belajar mendalang, tapi karena masih muda dan belum terkenal, ia masih sangat jarang mendapat panggilan mendalang. Padahal dalam darahnya mengalir darah keturunan dalang. Mulai Kakek, Ayah dan sekarang dirinya berprofesi sebagai dalang. Sejak kecil ia sudah dibimbing Ayah dan Kakeknya untuk menjadi dalang.
Sementara Ki Sudarma yang tengah duduk di hadapannya, tengah mengawasi sosoknya dengan seksama. Mata tuanya dapat melihat aura kejayaan dari sosok pemuda tampan yang kini tengah mengharapkan kesediaannya untuk mengambil dirinya sebagai murid.
Dengan kepekaan batin ia tahu, kelak pemuda yang berada di depannya itu akan menjadi sosok yang sangat terkenal dan disegani. Apalagi darah murni keturunan dalang mengalir di tubuh tegapnya, akan menjadikannya dalang ruwat yang sakti mandraguna. Bahkan, bangsa lelembut pun akan tunduk padanya. Sosok inilah yang kelak dapat menjadikan putri semata wayangnya menjadi ratu di kerajaannya sendiri.
"Katakan apa weton kelahiran kamu?"
"Wage, Ki."
'Hhhmmm, Wage, adalah sang pemegang segel dari Cakra Ajna langit. Sang pengendali dan pemilik wadah ilmu yang sangat besar. Sangat berbakat menjadi orang yang sakti' batin Ki Sudarma.
"Sadarkah kamu, anak muda. Sangatlah berat syarat yang harus kau penuhi jika ingin menjadi muridku. Tapi sebenarnya, dalam penglihatan mata batinku, kamu sudah memiliki dasar yang kokoh untuk bisa menjadi seorang yang sakti. Asal kau mampu melaksanakan semua syarat ritual dan tirakatnya!" Ki Sudarma membuka suara, setelah selama beberapa saat ruangan tempat mereka berdua duduk terasa senyap.
"Ya, Ki. Saya sudah bertekad! Apapun syaratnya, akan saya penuhi asal saya diterima sebagai murid dan mendapat ilmu kesaktian dari Ki Sudarma!" jawab Narendra tegas.
"Ada banyak syarat yang harus kau lakukan, mulai puasa mutih 40 hari, ngebleng sampai Pati Geni. Dan itu bukan hal yang mudah, kau tahu? Tidak sembarang orang dapat melakukannya. Hanya orang-orang terpilih saja yang akan lulus dalam ujian ini!"
"Saya akan melakukannya, betapapun beratnya!" jawab Narendra penuh tekad.
"Apakah kamu benar-benar sudah siap dengan segala syarat yang harus kamu penuhi seperti yang sudah kujelaskan tadi, Ngger?" Sekali lagi Ki Sudarma bertanya untuk memastikan.
"Ya, Ki. Saya siap untuk melaksanakan semuanya!" tegasnya.
Ki Sudarma mengangguk senang. Ketegasan jawaban dari Narendra sudah menunjukkan tekadnya yang bulat.