TUMBAL PENGGANTI

IndhieKhastoe
Chapter #2

#2

Malam itu aku dan Rani mendatangi Bayu di kedai kopi. Menurutku Bayupun harus tahu ini semua. Terus terang aku tak punya jalan keluar untuk Rani. Aku benar-benar buta masalah mistis. Siapa tahu Bayu punya solusi. Kadang otaknya lebih brilian dari kami.

"Ceritanya bijimana, sih, Cin? Aku kok, masih ngeh, ya?" Dahi Bayu mengkerut mirip nenek keriput. 

Cinta, itulah panggilan sayang Bayu untuk aku dan Rani. Saat ini kami bertiga ada di ruang pribadi Bayu. Secangkir cokelat hangat masih mengepul di peganganku. 

Bayu potensial jadi pebisnis handal. Kedai kopi yang dibukanya tampak berkembang pesat. Kudengar malah mulai membuka gerai di tempat lain. 

Bayu lebih suka menyebut tempat usahanya sebagai kedai bukan cafe. Kedai lebih membumi katanya. Kedai ini diberi nama Kedai Kopi Bayu. Sesuai nama pemiliknya.

Slurrrph ... cokelat hangat kuseruput perlahan.

"Lea?" Kedua alis Bayu terangkat.

"Kan, tadi Rani udah cerita semua, Bay," sahutku sambil melirik ke arah Rani.

Rani duduk di samping Bayu dengan kepala menunduk. Kedua kaki dilipat ke atas kursi. Lutut dipeluk.

"Okeh-okeh ... karena Rani ceritanya sambil nangis-nangis. Aku bikin asumsi, ya, Cin." Bayu mengetuk-ngetuk dagu sok bijak. 

Dulu aku sempat memanggil Bayu dengan sebutan emak. Oleh sikap ngemongnya pada kami. Tapi, Bayu malah misuh-misuh. Entar cewek pada ill feel katanya. Emang, masih suka sama cewek?

"Jadi ... Rani udah pakai jasa dukun biar cepet tenar. Tapi entu dukun minta imbalan tumbal nyawa manusia. Terus Rani bingung mo ngasih nyawa siapa. Lalu numbalin diri sendiri." Bayu menatapku.

"Hum." Aku mengacungkan ujung telunjuk ke arah Bayu. Rani masih segugukan di tempatnya.

"Kesambet apa, sih kamu, Cin? Kok mau-maunya? Itu sesat tau, Cin!" ujarnya geram, geleng-geleng kepala.

"Iya ... aku nyesel," sahut Rani pelan.

"Terus kita bisa bantu apa?" Bayu menatap Rani lekat.

Rani menggeleng. "Aku juga gak tau, Bay. Waktuku tinggal sepuluh hari lagi."

"Maksud kamu?" Tubuh Bayu condong ke arah Rani.

"Perjanjian tumbal itu tinggal sepuluh hari lagi, Bay. Aku akan mati Bay!" Lagi-lagi Rani tersedu.

BRAK!! Bayu menggebrak meja di depan kami. Aku sampai terlonjak kaget.

Lihat selengkapnya