Rani Astri sahabatku adalah gadis yang cantik. Cantik versi Indonesia. Bertubuh tinggi, langsing, berkulit putih, rambut panjang serta hidung yang mancung. Sejak sekolah Rani sudah menjadi pusat perhatian kaum adam.
Aku? Aku hanya cewek dengan tampang biasa-biasa saja. Tidak secantik Rani. Tapi, gak jelek-jelek amat juga. Tubuhku lebih mungil.
Kami punya selera gaya yang berbeda. Rani sangat girly. Dia selalu tampil perfeck, dengan rambut tergerai indah dan wajah dipulas make up minimalis.
Sedangkan aku kebalikannya. Lebih suka dengan penampilan tomboyku yang santuy. Boro-boro make-upan. Pake bedak saja sering lupa. Tapi, entah kenapa kami sangat cocok berkawan. Di mana ada Rani, di situ ada aku. Lulus dari SMP kami memilih SMA yang sama.
Waktu ospek di SMA. Bayu mulai masuk dalam lingkaran persahabatan kami. Dia cowok gemulai bertubuh semok mirip Olga Sahputra.
Kami bertiga seringkali melakukan kesalahan yang sama saat ospek. Dari telat datang, ketinggalan barang, tugas tidak selesai dan lain-lain. Sehingga selalu mendapat hukuman yang sama. Sejak itulah aku dan Rani mulai akrab dengan Bayu.
****
Aneh, perasaan jalan setapak yang kami lalui tadi tidak terlalu jauh. Tapi, kenapa sekarang seolah tak habis-habis? Mobil ini seolah melakukan gerakan Moonwalk-nya Michael Jackson.
Mungkinkah hanya aku yang menyadari ini?
Aku melirik gelisah ke arah Bayu yang tengah mengemudi, juga pada Rani yang sepanjang jalan lebih banyak melamun. Jarak pandang semakin terbatas karena tertutup kabut. Lampu mobil dalam keadaan menyala.
"Gak salah ngambil jalan, Bay?" tanyaku.
"Salah apanya? Jalan lurus cuman atu," jawab Bayu.
Kasian Bayu mulai kelelahan. Sayang aku belum bisa nyetir.
"Gantiin Bayu dong, Ran!" pintaku pada Rani.
Rani mengangguk. "Bay, gantian aku yang nyetir."
Mesin mobil dimatikan. Bayu dan Rani bertukar tempat.
"Sebenernya gak tega akutuh biarin cewek nyetir. Tapi tangan udah pada pegel," keluh Bayu sok gentle, lalu menghempaskan pantat di bangku belakang.
"Minum dulu, Mak!" tawarku keceplosan. Tangan membukakan sebuah minuman kaleng untuknya.
Bayu mendelik tak suka. Minuman yang kusodorkan tetap diterima.
Gluk gluk gluk! Minumnya sampai bunyi begitu. Saking capeknya.
Mesin mobil tiba-tiba ngadat. Rani kesulitan menghidupkan. Jantungku sekarang mulai berdetak tak teratur. Firasatku buruk.
"Napa, Cin? Dari tadi mesinnya baik-baik aja. Mobil baru lho ini," celetuk Bayu dari bangku belakang.
Mobil Terios yang kami naiki sekarang adalah milik Bayu. Hasil jerih payahnya selama ini. Baru buka bungkus di dealer sebulan yang lalu katanya. Dua sahabatku memang sudah kaya. Sayang, kekayaan Rani didapat dengan cara tidak halal.
"Tau, nih. Kenapa, ya? Dia gak mau sama aku mungkin," sahut Rani.
"Hais ... emang kuda. Milih-milih majikan!" kelakar Bayu.
Brak! Pintu mobil dibanting. Bayu keluar berjalan menuju kap mobil.
Mataku menerawang menatap sekeliling. Entahlah, aku merasa seolah ada sesuatu yang sedang mengawasi gerak-gerik kami.
"Coba lagi, Ran!" teriak Bayu dari balik kap mobil.