Malam ini lebih dingin dan sepi, terasa sangat mencekam. Suara lolongan anjing terdengar perih di kejauhan. Suaranya membuat bulu kuduk meremang.
Winda menarik selimutnya sampai ke dada. Ia tak ingin terganggu dengan keributan sekecil apa pun dan kembali tidur dengan nyenyak.
Tiba-tiba saja ada yang menggedor pintu kamar.
Der, der, der ...!
Reflek gadis itu terkejut dan tercekat. Lalu ia bangun dan menyalakan lampu kamar. Ia mempertajam pendengarannya dan mendengarkan gedoran pintu yang sangat kuat.
"Winda, buka pintunya, Winda!" panggil orang itu seraya berteriak kecil. Itu suara Mardin, pacarnya.
"Ya, sebentar," sahut Winda. Pandangan matanya sedikit nanar karena masih ngantuk. Ia menyempatkan melihat jam dinding menunjukkan pukul 12 malam. Kemudian ia beranjak menuju pintu kamar. Lalu ia putar kunci sehingga tidak lama kemudian pintu bisa dibuka.
Winda bergegas pergi ke luar lalu menyeret Mardin agak menjauh supaya tidak menganggu tidur Mirna. Beruntung Mirna tertidur pulas di ranjangnya sendiri.
"Ada apa?" tanya Winda ketika pintu dibuka.
"Ada kuntilanak di kamarku!" jawab Mardin dengan nafas tersengal. Wajahnya penuh keringat dan pucat.
Seketika saja Winda dibuat dongkol mendengar ucapan bodoh yang keluar dari mulut Mardin.
Kuntilanak! Mana ada, pikir Winda. Mardin adalah pacar baru Winda. Cowok atletis itu, Winda kenal bukan penakut. Namun, kenapa sekarang bersikap seperti itu?
Mardin adalah atlit bola basket di kampus, sedangkan Winda main bola basket hanyalah hobi utama olah raganya. Dari persamaan inilah mereka dipertemukan, tetapi siapa mengira Mardin bisa ketakutan oleh hantu yang cuma omong kosong!
"Jangan konyol, Mardin. Sejak kapan kamu jadi cowok penakut? Kuntilanak!? Jangan ngaco!" sergah Winda kesal. "Udahlah, aku ngantuk nih. Kamu maunya apa sih? Udah tengah malam, gak usah main-main, Mardin.”
"Aku serius, Win. Ada Kuntilanak di kamarku," kata Mardin dengan ekspresi ketakutan dan dia bergidik. Wajahnya tampak pucat dan setiap lubang pori-porinya berkontraksi, sehingga membuat bulu-bulu halus di kedua tangan Mardin kelihatan berdiri.
Winda menghela napas dengan berat dan menganggap ini hanya lelucon pacarnya saja. Kemudian dia kembali masuk ke kamar dan mengambil mantel.
Angin malam berhembus lembut dan menyentuh kulit Winda, gadis semampai berambut sebahu dan berkulit kuning langsat. Lampu yang temaram, menambah suasana menjadi sangat mencekam. Sedang suara binatang malam enggan berbunyi. Benar-benar sunyi dan sepi.
Winda memang tidak percaya dengan hantu apa lagi hantu yang ditakuti Mardin saat ini. Kuntilanak, pocong dan semacamnya. Itu hanya omong kosong belaka. Sehingga Winda menjadi penasaran ingin melihat Kuntilanak seperti apa yang dibilang Mardin?
"Ayo kita lihat!" ajak Winda seraya menarik tangan Mardin menuju tempat kos cowok itu. Jarak gedung kos-kosan pria, tempat Mardin tinggal letaknya di seberang dan tidak jauh dari kos-kosan putri tempat Winda.
Winda mengusap-usap lengannya sendiri karena angin malam yang bertiup beberapa kali membuat dia kedinginan. Lalu gadis itu mempercepat langkahnya agar sampai ke gedung tempat kos Mardin.
Setiba di tempat Mardin, Winda masuk duluan. Winda sangat penasaran bercampur takut dan melihat setiap sudut kamar. Kamar kos yang cuma ukuran 5 x 6m, ada 1 ruang tamu, 1 kamar tidur dan 1 kamar mandi disatroni Winda semua.
Perabotan yang ada di sana juga tidak bergitu banyak. Hanya ada sebuah tempat tidur, lemari baju, meja belajar, TV 32 inch layar datar dan kursi.
Tapi nihil, kuntilanak itu tidak menampakkan batang hidungnya!
“Mana?" tanya Winda sedikit kesal.
“Tadi ada di sini," ujar Mardin sambil memperhatikan seisi ruangan kamarnya. "Tadi ia ada di sudut kamar tamu di belakang pintu. Aku lagi nonton bola, tiba-tiba kuntilanak sudah ada berdiri di situ!" kata Mardin pula sambil menunjuk-nunjuk ke tempat itu agar Winda percaya.
"Jangan mengada-ada, Mardin. Aku gak mau kamu bohongi karena cerita konyolmu ini. Sudah ah!"
“Winda, percaya sama aku. Tadi dia beneran ada dan aku sangat terkejut. Aku ketakutan, Win."
Winda menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan perlahan. Dia mengamati wajah Mardin dengan lekat. Cowok yang merupakan kakak kelasnya terlihat salah tingkah diperhatikan seperti itu.
Tiba-tiba saja terdengar nada pesan ponsel Mardin yang khas, dan seketika membuat Winda bergidik. Ki kuk, ki kukuk ! Kikik kuikik!
Itu adalah nada pesan suara burung hantu.
"Sudah berapa kali aku menyuruhmu untuk mengganti ring tone itu?"