Tumbal Pesugihan Tanah Kuburan

AWSafitry
Chapter #8

Kemarahan Agus

Tubuh Sumi kembali melemah setelah memuntahkan darah segar. Dahinya dipenuhi keringat sebesar biji jagung. 

"Nggak apa-apa, Mas Husain. Ini bagian reaksi dari rukiyah. Biar enteng badannya," sahut Bai santai. 

Ken pun sibuk memijit tengkuk Sumi sambil membacakan Surah Al-fatihah dengan suara pelan. 

"Memang semua rekasi rukiyah begitu, Ustadz?" tanya Husain penasaran. 

"Tidak semua. Reaksi setiap orang berbeda-beda. Bahkan, ada yang setelah dirukiyah biasa saja."

"Kok bisa? Apa memang tidak ada jinnya?" tanya Husain sambil mengerutkan keningnya.

"Biasa saja dalam artian ... bisa berpengaruhnya pada jiwa. Misal, seseorang setelah dirukiyah timbul rasa bahagia, merasa hatinya tenang begitu," jelas Bai menatap Husain yang menganggukkan kepala.

"Mbak gimana sekarang?" tanya Husain yang menatap kakaknya serius. 

Sumi menarik napas dalam, lalu berkata, "alhamdulilah ... sudah lebih baik. Lebih enteng. Hatinya juga lebih tenang." 

"Alhamdulillah ...," sahut Bai dan Ken hampir bersamaan dengan senyum tipis. 

"Terima kasih, Ustadz Bai dan Mbak Ken. Jika tidak ada kalian, saya tidak tahu lagi harus bagaimana," balas Sumi sungguh-sungguh. 

"Allah yang membuat Bu Sumi merasa nyaman dan lega seperti ini. Bukan saya, Bu. Saya hanya perantara saja. Lahawla walaquwwata illabillah," sahut Bai santai. 

Ken pun tersenyum dan mengangguk ke arah sang Suami.

"Bu Sumi sekarang istirahat saja. Biar cepat pulih," ucap Ken sambil mengusap punggung wanita tiga puluh lima tahun itu dengan lembut. 

Dia merasa iba dengan apa yang dialami oleh Sumi. 

Pandangan Sumi mengarah pada jam yang tergantung pada dinding ruang tamu Husain. "Astaghfirullahal'adzim ... sudah jam sembilan," pekiknya. 

Lihat selengkapnya