Tumblr Light

Pebio Maldini Putra
Chapter #11

Berubahnya Si Rubah Menjadi Kelinci, dan Barubahnya Kelinci Menjadi Si Rubah 3

Bulan-bulan berlalu dengan cepat. Oktober, November, dan sekarang sudah Desember. Kedekatan Agus dengan Yuli pun semakin hari semakin dekat. Mereka sering sekali mengobrol. Bukan hanya tentang pelajaran atau apa pun yang bersangkutan dengan sekolah, tapi juga hal pribadi lainnya. Contohnya keluarga. Agus menceritakan kejadian yang tidak pernah bisa ia lupakan, yaitu kejadian saat Ibu dan Bapaknya meninggal. Yuli pun menceritakan tentang Ibu dan Ayahnya. Di mulai dari dulunya mereka sering pergi menghabiskan waktu bersama, sampai dengan mereka jadi sibuk dengan urusan masing-masing. 

Dan apa yang terjadi setelah Yuli mengenal Agus adalah, ia jadi sering berada di rumah. Ia jarang keluyuran malam, nilainya di sekolah mulai naik. Bahkan Marri, sahabatnya pun tidak percaya jika Yuli berubah. Agus sangat bisa mempengaruhinya. 

“Yul, lo beneran kesambet?” tanya Marri saat mendapati nilai matematika sahabatnya sempurna.

“Emang kenapa?” 

“Gue percaya kalo lo dapet nilai gede di pelajaran PKN atau sejarah, tapi ini, matematika?” 

“Gue belajar kali Mar,” jawab Yuli. 

“Lo kesambet setan matematika yang mana? Suruh dia nyambet gue juga.” 

Yuli hanya terkekeh sambil tersenyum. 

Bukan hanya Marri yang merasakan perubahan Yuli. Ibu dan Ayahnya pun merasakan hal itu. Mereka berdua tidak pernah melihat Yuli belajar keras sejak kelas enam SD. Mereka pun sudah jarang sekali melihat Yuli betah di rumah. Sejak masuk SMA, Yuli selalu pulang malam. Di tambah, sekarang Yuli tidak berkata jutek, sinis, atau dingin kepada ayah dan ibunya. Seperti malam waktu itu contohnya. Yuli sedang duduk di meja makan, sedangkan ayah dan ibunya baru pulang bekerja. 

“Malem, Yah, Bu,” sapa Yuli sambil tersenyum seperlunya kepada mereka. Lalu ia kembali sibuk dengan iPad dan salad buah yang sedang ia makan. 

Ayah dan ibunya saling melempar tatapan. Mereka bingung. Apa yang terjadi kepada putri mereka yang tidak memiliki sopan santun? 

“Kamu lagi ngapain sayang?” tanya ibunya. 

“Lagi ngerjain makalah sejarah, katanya harus di kirim lewat email.” 

“Tumben?” tanya ibunya sambil agak mengerutkan dahinya. 

Ayahnya yang sedang melonggarkan dasi dan membuka kancing lengan kemeja pun langsung bersuara. “Mau minta apa kamu? Jadi belajar giat gitu?” 

“Enggak minta apa-apa,” jawabannya sambil tersenyum. 

“Kamu sakit ya?” tanya ibunya. 

Yuli menggelengkan kepalanya. “Enggak.” 

Ayah dan ibunya tidak mau meminta penjelasan lebih jauh. Karena mereka yakin, jika Yuli bermaksud untuk berubah, mereka akan sangat bersyukur. Dan mungkin, mereka akan lebih memperhatikan Yuli. Bukankah begitu? Kadang anak hanya marah dan menyalahkan orang tua, tanpa tahu maksud yang sebenarnya dari perilaku orang tua. Manusia memang selalu mencari kambing hitam. Padahal, semua masalah bisa di selesaikan dengan saling mengerti satu sama lain. Ya, manusia memang arogan, bodoh, tidak berperasaan, berpikiran pendek, serakah, tidak mau di salahkan, dan sebagainya. Berubahlah manusia!! 

*** 

Pembagian raport semester ganjil akan segera di bagikan pada hari ini. Hampir setiap siswa datang bersama wali atau orang tuanya. Ada juga yang hanya di hadiri oleh orang tuanya saja—ciri-ciri anak yang mau cepat-cepat pergi liburan. Agus dan Baskara sedang duduk di kursi koridor, karena di dalam kelas hanya di peruntukan untuk orang tua atau wali murid. 

“Siapa yang ngambil raport lo Bas?” tanya Agus. 

“Abang gue, kayaknya,” jawab Baskara lesu. 

Agus hanya tersenyum kecil. Ia sangat tahu Baskara, ia menginginkan sang ayah yang mengambil raport miliknya. Tapi itu sangat sulit terwujud. 

“Kalo lo,” tanya Baskara. Cowok dengan headphone putih yang menggantung di lehernya itu masih menunduk, memperhatikan sepatutnya. 

“Mas gue, soalnya Mbak lagi ke rumah orang tuanya.” 

Baskara mengangguk-angguk. 

Tak lama kemudian, ada seorang ibu yang menyapa mereka. “Agus, Baskara?” tanya ibu itu. 

“Eh, Ibu Siregar,” ucap Agus sambil tersenyum. Lalu berdiri, begitu pula dengan Baskara, cowok itu berdiri dan tersenyum. Lalu keduanya mencium tangan ibu itu. 

“Tak usah panggil Ibu Siregar, panggil Ibu saja," ucap pengacara tersebut dengan logat yang khas orang Batak. 

Lihat selengkapnya