Malam yang cerah di kota Jakarta. Suara musik klasik sedang mengalun di acara Pesta Prom yang di selenggarakan di gimnasium salah satu sekolah terpandang di kota tersebut. Siswa dan siswi yang berpasangan sedang berdansa waltz di atas lantai mengkilap. Langit-langit ruangan di penuhi balon-balon yang melayang berwarna biru dan putih, lampu-lampu hiasan di buat sedemikian rupa untuk mempercantik ruangan—melilit-lilit. Saat siswa sedang sibuk berdansa ala pangeran dan putri Eropa, dua laki-laki kelas 11 sedang duduk di kursi bar. Di hadapan mereka tersaji berbagai makanan, mulai dari cupcake sampai lemper, minuman bersoda sampai susu, semuanya lengkap.
“Lo ngajak gue datang ke Pesta Prom cuman mau makan doang?” tanya cowok berambut hitam yang tebal.
Cowok gempal di sampingnya menjawab dengan anggukan, mulutnya penuh dengan makanan.
“Bisa-bisanya lo ya, manfaatin gue.”
“Kali-kali lo dateng ke Pesta Prom enggak papa kali, biar enggak kudet,” ucap cowok gempal, lalu memasukkan beberapa kue kecil ke dalam mulutnya.
“Apaan, serasa homo gue, dateng ke Pesta Prom bareng lo.”
“Lagian kita kan enggak berdua, Babas juga dateng kok.”
“Mana? Dia enggak dateng kali,” balasnya seraya melihat ke berbagai arah. “Cuma kita doang yang enggak berpasangan sama cewek.”
“Macet kali doi, biasa, cowok ganteng kan banyak fans-nya, pasti lagi di kerubunin ciwi-ciwi.”
Cowok berambut tebal memutar matanya. Sedangkan cowok bertubuh gempal mengalihkan pandangannya dan melihat cowok yang ia tunggu-tunggu sedang di ajak ber-selfie oleh para siswi perempuan yang meninggalkan Prom Date mereka. “Noh, pangeran kesultanan Jakarta Selatan udah dateng,” seraya menunjuk dengan dagunya ke arah seseorang.
Cowok berambut tebal tidak menghiraukannya sama sekali, karena ia sudah tahu, siapa yang di maksud oleh sahabatnya yang menyukai makanan itu.
“Sorry telat, udah lama nunggu?” tanya suara tenor khas. Mungkin ia hanya bertanya seperti itu, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya bagaikan siulan malaikat yang indah.
Memperkenalkan, cowok yang baru bergabung bersama dua cowok yang sedang duduk bersama: Baskara Arthur Putra Prasetya. Anak bungsu konglomerat yang ada di kota ini, wajahnya yang tampan sangat mudah di kenali di kerumunan orang. Jangan tanya bakatnya, ia cukup pintar di kelas, jago berolahraga, dan bermain musik sekaligus bernyanyi. Suaranya yang indah membuat para perempuan terpukau, tak salah banyak perempuan yang bersujud di hadapannya. Oke, kata-kata barusan terlalu berlebihan. Tapi, di balik prestasinya, ia sebut-sebut penyuka sesama jenis karena tidak pernah menjalin cinta dengan perempuan mana pun. Padahal, kenyataannya, hatinya sudah di curi oleh seorang gadis.
“Kelamaan lo Bas, si Agus jadi ngambek kan,” ucap cowok bertubuh gempal.
“Lagian lo ada-ada aja ngajak si Agus ke acara ginian, untung enggak ujan,” kekehnya.
“Dih, kok gue?” cowok bertubuh gempal itu menunjuk dirinya sendiri dengan tangan besarnya. “Bukannya lo yang...” kata-katanya terhenti saat Baskara memelototinya.
Sedangkan yang di bicarakan hanya bergeming, sibuk dengan minuman berwarna merah yang ada di tangannya.