Tumbuh Dari Hati

Hendrini Esvi W
Chapter #3

Bisakah Lain Waktu Saja

Lembar-lembar susunan angka menyebar menghiasi ranjang, membuat sprei kehilangan ronanya. Pena masih tergenggam erat tiada henti menodai kertas sekalipun si empunya mulai tidak dapat memahami isi lembaran itu dengan cepat.

Bunyi ketukan kentongan menjadikan jarum jam sepakat berhenti diangka dua belas. Oh iya, kentongan itu sebutan masyarakat di tempat tinggal Jihan untuk alat musik dari bambu yang di beri lubang memanjang di tengahnya, dibagian belakang.

Bunyi penanda paruh malam semakin mengusik telinga mana kala ringtone ponsel ikut berkontribusi. Jihan yang masih sibuk mengejar kekurangan materi cepat-cepat mengecek ponsel, lalu mengakat panggilan di layar ponselnya.

"Halo, ngapain malam-malam gini nelpon, Sal, " sapa Jihan sembari menutup mulutnya yang menguap.

"Eh, Tugasmu jam tajwid, udah kelar belum. Besok hari terakhir loh!" 

" Cari bahannya aja belum. Lagian tugas Pak Ahmad aja dipikir. Mau ngaret berminggu-minggu juga aman. Dah lah, cukup Mbak Fatim aja yang patuh sama setiap tugas. Aku mah netral aja sesuai kebutuhan. Kalau kamu sih terserah."

Bunyi omelan Salsa semakin menusuk telinga Jihan, "Ya ampun Han! Besok ini kesempatan terakhir ngumpulin, loh. Kenapa sih Kowe (Kamu) iki(ini). Makin kesini kok makin gak bener. Tugas banyak kosong, datang sekolah telat terus."

"Doain aja, Deh. Lagi merancang masa depan. Nanti juga Kamu ikut bangga kalau Aku berhasil. Udah ya, Aku matiin handphone nya. Bye... " 

Jihan mematikan teleponnya, sejenak merasakan rabaan udara malam, dan kembali melanjutkan aktivitas. Rentetan pertanyaan yang masih belum diselesaikan dengan baik membuat Jihan tidak bisa merayu pikiran untuk merebahkan badan.

***

Ornamen penghias kepala khas peserta wisuda melekat erat, kain berukir nama Jihan Rahma Wibisono A.Md. terlihat sepadan dengan kebaya cokelat muda yang dikenakannya. Adanya lekukan sanggul yang membuatnya memancarkan ciri khas sebagai wanita keturunan Suku Jawa menambah kesan serasi di mata siapa pun yang memandangnya. 

Butir-butir keringat bercokol, pengumuman peraih predikat cumloude akan segera diketahui seluruh isi ruangan. Ada yang menunduk berkomat-kamit entah membaca apa, ada pula yang patah asa namun wajah penasarannya tidak bisa diisembunyikan. 

Lihat selengkapnya