Dewa meraih kunci mobil di atas meja, kemudian memasukan berkas-berkas sekenario ke dalam tasnya lalu beranjak. Buru-buru ia keluar dari ruangannya dan menutup pintu sambil mematikan lampu. Langkahnya terhenti ketika melihat pintu di ujung koridor dimana sosok itu memunculkan wujud aslinya. Dewa berkali-kali mendegut ludahnya, kemudian berjalan dengan tergesa melewati ruang-ruang kosong yang terlihat mencekam. Lampu di ruangan lain sudah banyak yang dimatikan, hanya beberapa lampu saja yang masih menyala.
Dewa terus berjalan menuju kotak lift dengan langkah tegesa dan nafas yang tersengal. Koridor-koridor kantor terlihat sepi dan senyap, hanya suara telapak sepatunya yang beradu di lantai keramik berwarna putih. Dewa memperhatikan ruang-ruang kosong di samping kanan dan kirinya. Keringat mengucur deras membasahi bajunya.
Pintu lift terbuka ketika Dewa sampai di depannya. Ada seorang cleaning service di dalam sambil membawa ember dan pembersih lantai. Dewa segera masuk ke dalam sambil bernafas lega. Ia tersenyum ramah kepada orang itu. Seorang gadis muda berkulit putih memakai seragam Office Boy. Dewa melihat tag-name gadis itu sekilas. SARTIKA, namanya. Dewa menegur gadis itu untuk menghilangkan rasa takutnya.
“Kok belum pulang, Tika?” tanyanya Dewa basa-basi.
Gadis itu hanya diam saja sambil menatap ke depan. Dewa salah tingkah dicuekin.
“Sudah lama bekerja disini?” tanya Dewa lagi.
Gadis itu tetap diam mematung. Matanya tak berkedip. Dewa mulai gelisah, apalagi dicuekin sama cleaning service seperti itu.
“Nggak bisa ngomong ya?” Dewa sedikit kesal.
Entah mengapa bulu kuduknya semakin berdiri. Ia memegang tengkuknya yang terasa membesar. Kemudian ia memperhatikan lampu lift sesaat sambil menggerak-gerakan tubuhnya. Ia nggak mau terkesan takut di depan gadis itu. Lampu lift menunjukan angka menurun dari 6 sampai lantai B. Kemudian Dewa menoleh lagi ke samping kirinya. Namun, alangkah terkejutnya ia ketika tidak mendapati gadis itu di dalam lift. Di dalam lift itu hanya ada dia sendiri. Dewa celingukan ke kanan dan kiri.
“Kemana gadis itu?” bathinnya.
Sekujur tubuhnya pun merinding tiada terkira. Dewa melihat jam tangannya. Pukul dua belas lewat lima belas menit. Nggak mungkin ada seorang cleaning service sampai jam segitu di kantornya. Dewa semakin gelisah dan ketakutan. Keningnya berkeringat dan berharap pintu lift segera terbuka. Ketika pintu lift terbuka, Dewa segera keluar dan memperhatikan lokasi parkiran yang begitu sepi. Terlihat gelap dan membuat ia semakin takut. Ia tidak menemukan seorang pun scurity disana. Jantungnya mulai tidak teratur.
“Kemana perginya para scurity?” bisik dalam hati.
Dewa mendegut ludah seraya berjalan menghampiri mobilnya dengan langkah tergesa. Ia benar-benar sendirian disana. Tidak ada lagi mobil-mobil lain selain mobilnya yang diparkir di sudut parkiran. Jaraknya cukup jauh dari tempat ia berdiri.
Dewa terus berjalan menghampiri mobilnya dengan pikiran tak menentu. Cerita-cerita misteri yang pernah ia dengar juga bermain-main di benaknya. Tentang gadis yang bunuh diri beberapa tahun lalu. Konon ia diperkosa pacarnya dan hamil. Laki-laki itu tidak bertanggung jawab. Tentang seorang OB yang bunuh diri melompat dari lantai delapan karena stress dipecat atasannya dan masih banyak lagi kejadian di kantor itu yang mengerikan.
Baru beberapa meter ia menghampiri mobilnya, tiba-tiba seorang gadis berambut sebahu berjalan dengan wajah muram di depannya. Rambutnya dibiarkan tergerai hingga menutupi wajahnya. Sesekali gadis itu menangis sesenggukan, hingga tubuhnya terguncang. Dewa memperhatikan gadis itu lekat-lekat. Ia ingin menyapa dan menanyakan apa yang terjadi.
Dewa mengikuti gadis itu dari belakang. Ia berusaha melangkah dengan tidak bersuara sambil berjingkat pelan. Gadis itu terus berjalan ke sebuah ruangan. Dewa mengintainya dari cela-cela ruangan. Betapa terkejutnya Dewa ketika gadis itu mengikat lehernya dengan seutas tali yang sudah dipersiapkannya. Kemudian gadis itu menggantung dirinya di ruangan itu. Tubuhnya berkelojotan.