Turiyan Runtuh (Bukan Durian Runtuh)

Ais Aisih
Chapter #24

Kehidupan yang Singkat untuk Suci

Mungkin memang bukan waktu tepat memberi tahu Darinah perihal kondisi Nenek War. Namun, Nenek bersikeras untuk menemui Darinah karena takut berumur pendek. 

Darinah amat terpukul setelah mengetahui keadaan neneknya. Dia jadi banyak melamun. 

"Dar, kamu harus fokus kepada dirimu sendiri dan bayi kita. Aku tahu bagaimana perasaanmu."

"Pantas saja selama aku hamil, Nenek tidak pernah datang. Ternyata Nenek sakit. Pasti Nenek sangat menderita. Oh, malangnya nenekku sayang."

"Dar, Ibu cukup telaten merawat Nenek. Aku yakin Nenek pasti bisa sembuh."

"Apa benar yang kamu katakan, Mas? Tapi mungkin harapannya hanya sedikit. Kakekku juga sakit paru-paru, kemudian ...." Darinah tak sanggup melanjutkan kembali kalimatnya. 

"Dar, meskipun harapannya kecil seperti yang kamu bilang. Aku yakin Nenek pasti akan bertahan dengan kemungkinan kecil tersebut. Nenek orang yang penuh semangat."

"Aku harap juga begitu, Mas."

"Anak-anakku, ada pesan yang kurang mengenakkan dari dokter." Bapak mertua masuk ke ruangan di mana Darinah dirawat. Wajah itu seperti tersirami oleh banyak kesedihan. 

"Ada apa, Pak?" Darinah menatap ayahnya dengan penuh rasa curiga. 

"Bayi kalian ...."

"Kenapa, Pak?" Darinah terus menekan sang ayah untuk segera menjawab pertanyaannya.

Firasatku mengatakan sepertinya ada hal buruk terjadi. Aku langsung bergegas lari ke ruang intensif bayi. Kulihat dokter dan beberapa perawat sedang memeriksa bayiku. Bayi kecilku tengah memejamkan matanya.  

"Dok, apa yang terjadi?" Aku menerobos masuk untuk menemui dokter meskipun tadi sempat dicegat oleh seorang perawat yang melarangku masuk ruangan. "Putraku baik-baik saja, kan, Dok?"

"Sebaiknya kita bicara di ruangan saya, Pak."

"Tidak, Dok. Saya ingin tahu keadaan putra saya sekarang." 

Dokter itu menarik napas dengan putus asa. "Maaf, Pak, kami menyesal tidak bisa menyelamatkan bayi Anda. Bayi Anda mengalami gagal pernapasan."

Bagai diamuk badai, tubuhku langsung terkulai lemah. "Tidak mungkin, Dok. Bukankah dari kemarin anakku baik-baik saja?" 

Aku kembali ke ruangan Darinah dengan perasaan kacau. Tampaknya Darinah sudah mendengar kabar buruk itu dari ayahnya. Dia sedang menangis meraung-raung sambil mendekap bantal. 

"Anak kita, Mas." 

Aku mengangguk. "Kita harus ikhlas, Dar." 

Lihat selengkapnya