Turiyan Runtuh (Bukan Durian Runtuh)

Ais Aisih
Chapter #25

Kehadiran Bayi Cantik

Kehilangan Suci memang membuat luka yang cukup membekas di relung hati. Namun, aku dan Darinah memilih untuk tidak hanyut dalam kepiluan. Kami terus berusaha untuk sama-sama mendapatkan Suci dalam bentuk lain.

Tuhan benar-benar menyembuhkan luka kami dengan kehamilan Darinah yang kedua. Aku berusaha keras untuk selalu membuat hati Darinah bahagia. Apalagi sejak Nenek tinggal bersama kami, Darinah bisa tersenyum lepas lagi. Agaknya, Nenek merindukan rumahnya di kota. Tiba-tiba dia minta diantar pulang.

"Aku akan menemanimu lagi kalau anakmu sudah lahir, Dar. Kasihan rumah tua itu sudah cukup lama kutinggalkan. Lagipula, masa aku numpang hidup terus sama kalian."

"Nanti kalau Nenek sakit lagi bagaimana?" Tak dapat dipungkiri, rasa sayang Darinah kepada neneknya memang terlihat tulus. Dia tidak kuasa melepas kepulangan Nenek War.

"Aku akan sehat dan baik-baik saja. Percayalah, aku akan sering mengunjungimu. Jaga dirimu baik-baik."

Aku mengantar Nenek ke kota menggunakan sepeda milik Bapak mertua. Sepanjang perjalanan Nenek selalu mengeluh kalau tulang ekornya sakit gara-gara membonceng sepeda.

"Memang cocoknya Nenek ini punya mobil. Biar pantatnya tidak sakit," gurauku.

"Biar kamu saja yang beli mobil. Nanti aku bisa minta diantarkan ke mana pun aku mau."

Aku tertawa lebar.

"Kabari aku kalau surat Haryati sudah datang, Tur. Bagaimanapun Haryati juga cucuku. Aku ingin tahu kabarnya." Nenek berdiri di depan pintu rumahnya yang beberapa bulan kosong ditinggal pemiliknya.

"Setidaknya biarlah saya masuk terlebih dahulu untuk membantu Nenek membersihkan rumah."

"Heh, kamu mengejekku rupanya. Kamu pikir urusan membereskan rumah saja aku tidak becus melakukannya sendirian?"

Aku menelan ludah. Selalu unik memang cara Nenek membuat siapa saja bisa menuruti perkataannya.

"Pulanglah dan temani istrimu. Aku masih kuat mengerjakan banyak hal. Lihatlah, gara-gara hidup bersama kalian, berat badanku naik drastis."

Aku tersenyum mendengar ocehan wanita tua itu. Tubuh Nenek memang kini terlihat jauh lebih berisi.

"Baiklah, Nek. Saya akan sering-sering kemari."

"Jangan bodoh! Istrimu sedang mengandung. Kamu harus menjaganya dengan baik. Tidak perlu terlalu sering kemari. Aku bilang, aku yang akan sering ke rumahmu."

Aku menggelengkan kepala dan menyimpulkan senyum. "Iya, Nenek."

***

"Kamu sudah siapkan nama untuk calon bayi kita, Mas?" tanya Darinah saat kami sedang memilih-milih baju bayi di kamar. Ada dua kardus baju yang sedang kami sortir. Sebenarnya baju-baju itu dulu dibeli untuk Suci. Masih baru semua, jadi nanti tinggal dicuci bersih lagi untuk menyambut calon bayi kami.

"Tum. Nama bayi kita itu saja," ucapku masih melipat beberapa celana kecil.

Tiba-tiba tangan Darinah berhenti. "Mas, apa tidak salah aku mendengarnya? Masa nama bayi aneh banget. Lagipula itu terlalu pendek."

"Itu simpel, Dar. Lain daripada yang lain. Lagipula, bisa digunakan untuk nama perempuan atau laki-laki."

Lihat selengkapnya