Turn my time for you

Muhammad Diaz Ardiansyah
Chapter #6

New start from the past

Tahun 2030.  Suasana pagi yang cerah menyelimuti sebuah rumah sederhana di sebuah kota kecil. Di dalam kamar yang hangat, tangisan lembut terdengar dari sebuah tempat tidur bayi. Seorang wanita muda bernama Usni menggendong bayi laki-laki mungilnya, sementara suaminya, Randi, tersenyum penuh cinta melihat mereka berdua.

Usni tersenyum lembut, "Randi, lihatlah Arga, anak kita... begitu sempurna kebahagiaan kita."

Randi mengusap kepala Usni, "Iya, Arga benar-benar berkah dari Tuhan. Kita akan membesarkannya dengan cinta dan kasih sayang."

Mereka menamai anak mereka 'Arya Ganesha', tapi dengan sayang mereka memanggilnya Arga. Anak laki-laki itu lahir dari keluarga biasa, sederhana namun penuh kehangatan dan kebahagiaan.

~~~~~

Di sebuah rumah yang lebih besar dan megah, suasana berbeda terasa. Pasangan Damian dan Anggita duduk diam memandang bayi kecil yang baru saja lahir. Sebuah kelegaan dan kebahagiaan mengisi ruang itu, meski keduanya tampak masih lelah dan haru.

Anggita menyeka air matanya, "Setelah delapan tahun menunggu, akhirnya kau hadir, Daisy Arunika. Kau adalah bunga kecil yang aku cintai."

Damian memegang tangan Anggita, "Kita akhirnya punya momongan, Anggi. Aku janji akan jadi ayah yang selalu melindungi dan menyayangi Daisy."

Anggita tersenyum kecil, "Semua kesabaran kita terbalas sudah."

Namun, tak seorang pun dari mereka yang tahu, bahwa kelahiran Arga dan Daisy tidak hanya membawa kebahagiaan. Di sanubari mereka mengalir serpihan memori dari masa lalu yang pernah hilang dan terkubur. Arga, dengan jiwa yang membawa jejak kehidupan Arman—seorang pemuda dengan kisah pilu dan cinta yang terputus. Sementara Daisy, bayi cantik yang ternyata menyimpan kenangan dari Lena—perempuan penuh harapan dan luka.

'Di sebuah ruang hening, sebuah buku merah misterius terbuka perlahan tanpa sentuhan'.

Suara samar terdengar, seperti bisikan dari masa lalu—"Kau dan aku dipisahkan oleh takdir kehidupan di masa lalu. Tapi selamanya takdir kita akan tertulis dalam alur waktu, kisah kita akan bersatu kembali."—

~~~~~

Pada saat itu, di kedua keluarga yang berbeda, bayangan samar dari buku merah itu ikut mengintip, menyelimuti masa depan yang akan segera mereka jalani. Takdir yang lama hilang tengah disusun kembali, mengikat kembali cinta lama lewat kehidupan baru yang masih polos dan penuh misteri.

Randi berbisik pada Usni, "Aku merasa ada sesuatu yang spesial dengan Arga... sepertinya dia membawa kisah yang lebih besar dari yang kita kira."

Anggita memandangi Daisy, "Aku merasa, ada sesuatu dalam dirimu yang terasa berat nak... tapi aku tak tahu pasti, semoga itu bukan hal buruk, ibu akan berusaha demi kebahagiaanmu."

Masa lalu dan masa depan bertemu dalam detik ini, siap membawa mereka semua pada sebuah perjalanan penuh rahasia dan penemuan.

Cerita mereka baru saja dimulai kembali.

~~~~~

Di sebuah taman kota yang luas dipenuhi tawa dan riuh anak-anak bermain. Di bawah sinar matahari yang cukup terik, Arga, anak laki-laki pendiam berusia sekitar 8 tahun, asyik menerbangkan layang-layangnya. Ia fokus pada benang yang direnggangkan dengan hati-hati, tidak terganggu oleh panggilan teman-temannya.

Anak 1, "Arga, ayo ikut main bola sama kita!"

Anak 2, "Ayo, jangan terus-terusan main layangan sendiri, gitu-gitu aja, gak seru!"

Namun, Arga tidak menanggapi sama sekali. Sorot matanya tetap tertuju pada layang-layang yang menari di langit.

Tak lama kemudian, dari arah dekat semak-semak, terdengar suara tangisan nyaring seorang anak perempuan.

Si gadis kecil, "Jangan... jangan begitu, kumohon!"

Arga terhenti, kali ini hatinya terasa berbeda. Ia menoleh dan melihat seorang gadis kecil berambut hitam, berusia sekitar 6 tahun, sedang menangis dikerumuni oleh beberapa anak laki-laki seusianya—teman-teman Arga sendiri.

Arga dalam hati, "Ada apa ini? Kenapa mereka begitu jahat kepadanya?"

Dengan cepat, Arga melepaskan tali layangannya dan berlari menghampiri gadis itu. Ia mengambil sebuah batang kayu kecil yang tergeletak di dekat pohon.

Arga tegas, "Hentikan! Jangan ganggu dia!"

Teman-teman Arga tertawa mengejek.

Anak 3, "Dia cewek aneh. Mau ikutan main sama kita, padahal ini permainan cowok."

Anak 4, "Ayo pergi! Kita nggak butuh pemain cewek."

Gadis itu mengusap air matanya, suaranya gemetar saat menjawab.

Si gadis dengan suara lirih, "Aku... aku cuma pengen main sama anak-anak cowok. Permainan kalian lebih seru. Soalnya anak-anak cewek nggak pernah mau ajakin aku main."

Arga melihat mata gadis itu penuh kesedihan dan kejujuran. Ada sesuatu yang membuatnya merasa harus melindungi gadis kecil itu tanpa alasan yang jelas.

Arga meraih tangan gadis itu dengan lembut, "Ayo, ikut aku. Kita akan main di tempat lain yang lebih seru berdua."

Gadis itu mengangguk perlahan, masih tersedu tapi tampak lega. Mereka berdua berjalan menjauh dari kerumunan. Di bawah rindangnya pohon di sudut taman, Arga duduk dan menyerahkan batang kayu yang tadi dipegangnya kepada gadis itu.

Arga, "Namamu siapa?"

Gadis, "Daisy. Keluargaku baru pindah ke sini."

Arga, "Aku Arga, salam kenal ya daisy."

Mereka saling tersenyum. Untuk pertama kalinya, Arga merasa ada ikatan yang aneh dan kuat dengan Daisy.

Daisy dengan suara pelan, "Terima kasih sudah mengajakku bermain, Arga."

Arga, "Sama-sama. Kamu nggak perlu takut kalau aku ada di sini."

Suasana berubah menjadi hangat, seolah luka kecil di hati mereka mulai disembuhkan oleh kehadiran satu sama lain. Di sanubari keduanya, bayangan samar masa lalu yang terpendam mulai bangkit perlahan, memanggil mereka pada takdir yang lebih besar.

~~~~~

Waktu berlalu mereka berdua tetap bersama meski sekarang mereka berada di sekolah SMP yang berbeda. Menjalani hari-hari bersama kemanapun mereka inginkan. Ikatan hati mereka semakin dekat dan kuat.

Sore itu, matahari hampir merunduk di balik gedung-gedung, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan. Arga dan Daisy duduk berdampingan di sebuah bangku kayu pinggir jalan kecil, masing-masing memegang es krim yang mulai mencair perlahan.

Suasana taman semakin sepi, terdengar suara daun-daun bergesekan oleh angin dan canda tawa anak-anak yang masih bermain di kejauhan. Arga sesekali mencuri pandang ke arah Daisy yang tampak termenung sambil menatap es krimnya.

Lihat selengkapnya