Malam itu semakin dalam. Lilin kecil di meja restoran berayun lembut, menyibukkan diri dengan bayangan yang mengikuti gerak-gerik Arga dan Daisy. Perbincangan mereka mengalir hangat, penuh semangat dan harapan akan petualangan baru yang menunggu.
Setelah selesai makan malam, mereka keluar dari restoran, udara malam yang segar menyambut keduanya. Jalanan mulai lengang, sinar lampu jalan menyorot langkah-langkah kecil mereka yang beriringan.
Daisy tersenyum penuh antusias, "Arga, aku jadi penasaran... kalau buku merah itu bukan sekadar buku biasa, apa mungkin ada cara khusus buat mengakses isinya, ya?"
Arga mengangguk, "Iya, aku juga mikir begitu. Mungkin ada semacam kode, atau buku itu cuma bisa 'terbuka' pada orang tertentu, dan kita sepertinya punya kesempatan." Mereka berdua tertawa kecil, tapi dalam hati masing-masing tumbuh rasa ingin tahu yang menggelora.
Hari berikutnya, mereka sepakat untuk kembali ke perpustakaan lebih awal. Daisy membawa berbagai alat tulis, catatan kuliah, sementara Arga membawa buku merah itu, yang kini tampak lebih istimewa di matanya.
Sesampainya di sana, mereka memilih sudut meja yang nyaman, jauh dari keramaian. Arga membuka buku merah perlahan, mencoba merasakan sesuatu yang berbeda.
Daisy memandang buku itu dengan serius, "Kita coba perhatikan setiap detail—tekstur, warna kertas, bahkan suhu buku ini. Siapa tahu, kita bisa nemu petunjuk."
Saat tangan Arga menyentuh sampul, ia merasakan getaran halus yang menjalar ke seluruh lengannya. Daisy yang melihat itu, menatap dengan campuran kagum dan cemas.
Arga berbisik, "Ini... aneh banget deh."
Mereka duduk berdua, membiarkan waktu berlalu sambil mencoba memahami teka-teki yang tersimpan di dalam buku merah itu. Di balik halaman kosongnya, ada cerita yang menunggu untuk dibangkitkan—cerita masa lalu yang akan membawa mereka kembali ke memori Arman dan Lena, serta takdir yang tak dapat mereka hindari.
Mereka tahu perjalanan ini baru saja dimulai, dan bersama-sama mereka siap menelusuri misteri yang mengaitkan hidup mereka sejak dulu.
Waktu berlalu dengan pelan di antara tumpukan halaman kosong buku merah itu. Arga dan Daisy duduk bersebelahan di perpustakaan, membolak-balik lembar demi lembar dengan penuh keheranan, menyusuri setiap inci sampul hingga pojok paling dalam.
Mereka merasa ada yang ganjil dan tak biasa pada buku itu. Sebuah ikatan yang kuat menghubungkan mereka dengan benda kuno itu, namun akal sehat mereka sama sekali tak mampu mencerna apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Daisy berbisik pelan, "Aku nggak ngerti kenapa kita kok bisa merasa... Ada sesuatu yang kental sama buku ini, padahal juga nggak ada tulisannya lho."
Arga mengangguk pelan, "Iya... aku juga bingung. Tapi rasanya kayak ada sesuatu yang menunggu untuk kita ketahui."
Lama mereka terus bergantian membuka halaman, sampai sebuah kejadian tak terduga muncul. Tiba-tiba, jari mereka yang hampir bersentuhan di tepi lembaran teriris sedikit oleh kertas yang tajam. Darah merah mengalir perlahan, menetes di halaman putih buku merah itu.
Mereka memandang darah itu dengan bingung. Tapi yang mengagetkan, darah itu meresap, dan perlahan di halaman terlihat muncul tulisan hitam berkilau, seperti tinta yang baru saja tertulis.
Teks itu berbunyi dengan jelas,
'Kalian kini sudah bersatu kembali, dan takdir membawa kalian kepadaku sekali lagi, mulailah kembali ke halaman awal, akan ku kembalikan memori kalian berdua yang telah lama hilang.'
Mata Arga dan Daisy terpaku. Jantung mereka berdegup kencang, tapi rasa sakit di jari yang terluka sudah lenyap seketika. Jari mereka kembali sehat, seperti tak pernah terluka.
Dengan hati-hati, mereka membuka kembali halaman awal. Surat-surat, huruf-huruf aneh dan tak dikenali tiba-tiba bermunculan di depan mata mereka, tapi anehnya bahasa itu bisa mereka baca dan pahami dengan jelas.
Halaman demi halaman terbuka, mengalir seperti sungai kenangan yang lama terkubur, menerangi ulang kisah hidup yang dulu telah mereka lupakan.
Keduanya tersentuh oleh ingatan yang kembali—kenangan hangat sekaligus pahit. Mereka bukan hanya Arga dan Daisy, tapi juga Arman dan Lena; jiwa dan kisah lama yang kini bersatu kembali.