Mita kini sudah memasuki kelas 1 SD. Di sekolah barunya, ia tampak berbeda dari anak-anak seusianya. Kecerdasannya yang luar biasa dan rasa ingin tahu yang tinggi membuat guru-guru sekalipun terkadang kewalahan mengikuti laju pikirannya.
Beberapa teman sekelasnya bahkan mulai menjauh dari Mita, merasa sulit untuk berkomunikasi dengannya. Suasana itu membuat Mita sedikit terasing, walaupun begitu ia tetap ceria menjalani hari-harinya dengan semangat belajar yang tak pernah pudar.
Di balik keceriaannya, kebiasaan menulis huruf-huruf aneh dari masa kecilnya masih terus berlanjut. Namun, kali ini Mita menulisnya dengan lebih tersembunyi—di dalam sebuah buku diary pribadi yang selalu ia bawa dan jaga dengan sangat hati-hati.
Suatu hari saat Mita sedang duduk di bangku taman sekolah, dengan serius menulis kata-kata misterius di buku diary miliknya, lalu seorang anak perempuan bernama Karin mendekat dengan langkah sengaja.
Dengan tiba-tiba, Karin merampas buku diary Mita dari tangannya.
Karin dengan nada mengejek, "Kamu ini anak penyihir, ya? Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu, ya kan?, mari kita lihat apa hal aneh yang kamu lakukan!"
Mita hanya menatap tenang, tanpa membalas kata-kata Karin. Ia hanya berkata dengan suara lembut namun tegas.
Mita, "Hati-hati dengan buku itu. Jangan memperlakukannya dengan niat buruk, nanti kamu bisa mendapatkan masalah."
Karin yang merasa tertantang membuatnya semakin nekat, mengambil cutter dari tasnya, dan berusaha merobek halaman-halaman dalam buku diary itu.
Namun, saat cutter itu diayunkan, tiba-tiba pisau cutter itu patah secara misterius. Mata Karin membelalak kaget. Seketika itu juga, wajahnya berubah pucat dan tubuhnya terlihat seperti sedang tercekik—seolah ada sesuatu yang tak kasat mata menahan napasnya.
Kericuhan pun terjadi di sekolah. Anak-anak berteriak panik, guru-guru berlalu-lalang mencoba menolong Karin.
Guru 1, "Apa yang terjadi? Karin kenapa?"
Guru 2, "Cepat, bawa dia ke ruang UKS! Kayaknya dia kesulitan bernapas!"
Mita tetap berdiri tenang di tempatnya, perlahan mengambil diarynya yang jatuh, matanya tidak lepas dari Karin yang sedang dibawa pergi oleh teman-teman dan guru. Sebuah aura misterius mengelilingi kejadian itu, membuat semua yang menyaksikan merasa ngeri namun tak dapat menjelaskan.
Hari itu, ruang kelas dan taman sekolah menjadi saksi bahwa ada kekuatan tersembunyi yang mengikuti Mita—kekuatan dari buku diary yang menyimpan lebih dari sekadar tulisan, tapi juga takdir dan peringatan bagi mereka yang berani mengusiknya.
~~~~~
Suasana di ruang UKS semakin tegang. Karin masih tergeletak di kasur perawatan, kedua tangannya menggenggam lehernya sendiri dengan sangat keras, nafasnya tersengal tak beraturan. Petugas UKS dan guru-guru yang ada berusaha memberikan pertolongan darurat, mengira bahwa Karin mungkin sedang mengalami serangan asma. Namun, upaya itu seolah sia-sia.
Guru A, "Kita harus bantu dia secepatnya! Ini bukan serangan asma, genggaman tangannya kuat sekali! Aku bahkan tak bisa melepaskannya"
Petugas UKS, "Kedua tangannya... sekuat baja! Dia memegangi lehernya sendiri, tapi kenapa? seperti ada sesuatu yang menahannya!"
Kerumunan di ruang UKS mulai panik, cemas akan kondisi Karin yang makin memburuk. Suara riuh memenuhi ruang kecil itu.
Tiba-tiba, dari kejauhan, seorang guru yang selama ini pendiam dan selalu mengawasi Mita secara diam-diam, Bu Nina, memperhatikan kegaduhan itu dari ruang guru. Dengan cepat, ia melangkah menuju tempat Mita.
Bu Nina dengan suara lembut tapi tegas, "Mita, tolong bantu Karin ya nak... Ibu tahu hanya kamu yang bisa."