Di mana aku?
Di mana?
Saat membuka mata, tiba-tiba saja aku berada di tepi lapangan basket. Tempat ini benar-benar asing bagiku. Namun, entah kenapa aku sendiri tidak takut. Biasanya aku paling linglung berada di tempat yang belum pernah aku kenal. Selain itu tidak ada satu pun orang di sini selain aku.
Kenapa aku bisa ada di sini? Benakku sibuk menerka-nerka apa yang terjadi padaku, dan kenapa aku berakhir di lapangan ini. Tidak tahu. Tidak ingat. namun, aku tahu namaku. Aku ingat jati diriku. Berarti aku tidak hilang ingatan. Hal itulah yang membuatku masih bisa bernapas lega.
Dari jauh, aku mendengar orang berbincang-bincang. Mereka mendekat. Semakin dekat. Mereka berjalan ke arahku. Dua gadis yang mungkin seumuran denganku. Mereka melaluiku, sama sekali tidak mengubris kehadiranku. Keduanya terus berjalan sambil mengobrol, tapi aku tidak tahu yang mereka ucapkan, sepertinya tampak sangat seru. Mata mereka berbinar-binar saat berbicara. Dua gadis itu mengambil tempat duduk di seberangku, bangku panjang khusus para supporter.
Penasaran dengan apa yang terjadi denganku—dan juga tentang mereka, aku berusaha mendekati dua gadis tersebut. Aku melangkah ke area permainan. Akan tetapi, tiba-tiba saja segerombolan cowok memakai baju olahraga melewatiku. Mungkin mereka mau main basket, pikirku.
Bagiku tidak masalah, tapi salah seorang di antara mereka memegang tangan kiriku. Spontan kutolehkan pandangan pada cowok itu. Ia melontarkan senyum tak bersahabat, dan yang lain mulai mengelilingiku. Aku tahu apa yang mereka inginkan dariku. Pikiran jahat menyelimuti mereka! Itulah yang bisa kutebak.
Aku mencoba melawan. Namun tak ada celah agar aku bisa keluar dari kepungan ini. Satu persatu tangan mereka meraba wajahku. Saat satu tangan mengarah ke pinggangku, tidak perlu lama kakiku segera melayang ke tulang keringnya. Cowok iseng itu merintih kesakitan, terjatuh terduduk seketika. Temannya yang lain membantunya berdiri, namun tidak dengan satu cowok yang tetap memegangku dari belakang agar aku tidak kabur.
Aku terus melawan dan berdoa seseorang datang menolongku. Kulihat dua gadis yang asyik mengobrol itu. Mereka sama sekali tidak merespon apa yang tengah terjadi di depan mereka. Aneh! Dua gadis itu terlalu sibuk ngobrol atau memang tidak punya hati terhadapku?
Tiba-tiba saja satu hal terbersit di kepalaku.
Apa, ini mimpi?
Oh, Tuhan, jika ini mimpi, bangunkan aku! Atau setidaknya beri aku kekuatan agar dapat keluar dari keadaan ini!
Berkali-kali kucoba melepaskan diri, berusaha berteriak, namun seakan suaraku tidak keluar sama sekali. Kenapa? Di sisi lain pegangan cowok di belakangku semakin kuat.
Tapi....
Kok gak sakit?
Jangan-jangan ini benar hanyalah mimpi! Pergelangan tanganku yang tergenggam erat ini sama sekali tidak terasa sakit. aku merasa takut, tapi jantungku tidak terasa berdetak kencang sama sekali. ya, aku tahu. Ini mimpi. Aku sudah pernah masuk ke alam mimpi berkali-kali, dari hal aneh sampai mimpi buruk. Namun semua itu bisa kuatasi, terutama jika aku berdoa, pasti Tuhan akan menolongku, bagaimanapun caranya.
Tuhan, bangunkan aku dari mimpi buruk ini!
BUKKK!
Sebuah bogem mentah meluncur di wajah cowok yang memegang tanganku. Ada seseorang yang memukulnya. Kualihkan pandangan. Seorang cowok lainnya berdiri di samping kiriku, berparas tampan dengan wajah agak bule, badannya tinggi dan rambutnya pirang, cocok dengan kulit putihnya. Biasanya, ciri-ciri fisik cowok seperti dia agak kemayu atau melankolis, tapi aura cowok ini sangat berbeda. Terlihat dari tatapan matanya yang tajam.
A hero!, pekikku dalam hati.
“Jangan pernah sekali-kali mencoba menyakiti cewekku lagi! Camkan dalam hati kalian. Ingat itu!”
Nggak nyangka, cowok ini benar-benar keren dan tegas—what? Apa yang dia bilang barusan? ‘Cewekku?’ Siapa maksudnya? Aku?