Saat sarapan di meja makan, tepat di ruangan sederhana sebelah dapur rumahku, entah kenapa suasana antara aku dan Bapak sedikit canggung. Mungkin tidak terasa bagi Bapak, tetapi aku merasakan atmosfer yang jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya jika dibandingkan sebelum aku pulang dari Kayu Manis. Rasanya aku ingin sekali menceritakan apa yang terjadi semalam, tapi mulutku tidak siap. Sampai akhirnya Bapak menyadari gelagat anehku.
“Kamu kenapa, Wati? Sarapanmu dimakan. Nanti dingin, tidak enak,” tanya bapakku dengan penuh perhatian. Dia menatapku dalam-dalam, tapi aku menolak tatapannya.
“Eh? Nggak apa-apa, Pak. Wati cuma ….” Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Lagi pula, bapakku juga rasanya tidak penasaran dengan apa yang aku alami kemarin. Aku pikir dia akan bertanya tentang pengalamanku mengantar pesanan jagung ke Kayu Manis. Namun, sampai sekarang Bapak tetap bungkam. Ada banyak hal yang ingin aku pastikan, yang tentunya mengganggu pikiranku.
“Kamu baik-baik saja, kan?” Bapak mengangkat kedua alisnya, menatapku lamat-lamat untuk memastikan keadaanku.
“Iya, Wati baik-baik saja, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Aku pun segera membentuk senyuman, seperti tidak terjadi apa-apa.
“Syukurlah kalau begitu. Ayo, dihabiskan sarapannya, ya. Setelah itu, Wati bantu bapak di gudang untuk membawa pupuk ke lahan perkebunan, ya.”
Aku menanggapi dengan anggukan kecil.
“Oh, ya. Memangnya Bapak sudah sembuh? Sudah bisa kerja? Sudah nggak sakit?” Aku mengalihkan topik pembicaraan dengan cepat.
“Sudah. Kamu tidak perlu khawatir. Kalau Bapak kumat, paling-paling hanya sebentar. Tidak pernah sampai berhari-hari.”
Obrolan kami pun berlanjut dengan topik-topik mengenai kesehatan bapakku. Aku jadi tidak berniat menceritakan pengalamanku yang bertemu dengan tuselak Bu Hamidah semalam. Sebab kupikir, Bapak sangat percaya aku bisa melewati perjalanan dari Kayu Jati menuju Kayu Manis, dan sebaliknya.
Setelah selesai sarapan, sesuai permintaan Bapak, aku membantunya mengangkut pupuk ke atas cikar untuk dibawa ke lahan perkebunan. Memang beginilah keseharianku di kampung. Selain memasak dan mengurus keperluan rumah, aku juga sering membantu Bapak melakukan pekerjaan di lahan perkebunan. Memang kadang-kadang Bapak tidak mengizinkanku membantunya.
“Sudah, sudah cukup. Kita bawa lima karung pupuk saja hari ini. Ini sudah cukup,” kata bapakku ketika aku akan mengambil satu karung pupuk lagi. “Ayo!”
Ketika bapakku akan beranjak, aku menghentikannya dengan segera. “Sebentar, Pak. Wati kebelet. Wati ke kamar mandi dulu, ya.”
“Ya, sudah. Jangan lama-lama, ya. Bapak tunggu di sini.”
Setelah mengangguk, aku berjalan cepat untuk menuju kamar mandi. Sebenarnya ada toilet di luar rumah, tapi airnya sedang kosong. Karena itu, aku menuju kamar mandi yang ada di dalam rumah. Setelah buang air kecil, aku bergegas keluar dari kamar mandi dan berniat menghampiri bapakku yang sudah menunggu. Namun, ketika melewati kamar lama almarhumah Ibu, aku terdiam.
Kali ini, aku melihat gembok di rantainya dalam keadaan terbuka. Dan kuncinya ditinggalkan pada gembok hitam tersebut. Dahiku mengernyit. Seketika itu, tumbuhlah niat dalam diriku untuk mengintip isi dari ruangan itu. Aku sudah sangat penasaran sejak lama untuk melihat-lihat kamar bekas ibuku. Mungkin ada sesuatu hal yang bisa membuatku merasa dekat dengan ibuku. Hanya saja, bapakku selalu melarang. Bahkan melarang dengan keras.
Aku melangkah dengan pelan akibat dorongan yang terlalu kuat di dalam benakku. Sesekali, aku menelan ludahku sendiri dan rasanya tidak pernah sesulit ini. Ada aura misterius yang dapat aku rasakan dari ruangan gelap itu. Ada aroma menyengat yang juga tercium oleh hidungku.
Setelah berada tepat di depan pintu, aku menarik napas dalam-dalam, seolah bersiap-siap untuk memasuki dunia yang sama sekali berbeda di dalam ruangan tersebut. Pintu ruangan tersebut dari awal sudah sedikit terbuka. Aku mencondongkan badan untuk mengintip isi di dalamnya. Semakin lama, bau yang tercium semakin menyengat. Seperti bau kemenyan yang habis dibakar, tetapi juga ada bau lain yang jauh lebih menyengat.
Kenapa bau sekali di ruangan ini? Bau anyir!