Tusnedi Jawir

Sobirin
Chapter #6

Chapter #6

 NAIRA AYU kini dalam cengkraman Badri Mubarok. Ia mencekik lehernya, seperti mangsa yang tak boleh lepas di atas kasur. Naira jelas meronta. Pergumulan terjadi. Tetapi bagaimanapun, Badri Mubarok yang berhasil memenangkan pergumulan itu. Ia berhasil menyumpal mutut isterinya itu dengan kain, setelah mengikat kedua tangan dan kakinya pada tiang-tiang ranjang.

“Kamu tahu apa kesalahan terbesar yang sudah kau lakukan hari ini?” tanya Badri Mubarok dengan amarah yang ditahan.

Naira Ayu hanya menggeleng sambil menangis.

“Jangan pernah menerima tamu laki-laki lain di rumah ini tanpa sepengetahuanku! Baik Tusnedi Jawir atau Lukman!”

Naira Ayu mencoba menjawab meski suaranya tak jelas benar; tapi-itu-kakakmu-yang-datang.

“Siapapun itu, tetap tak boleh! Paham!?”

Naira Ayu mengangguk sesenggukkan.

Sepanjang malam Naira Ayu dibiarkan masih dalam ikatan, hanya sumpalan mulutnya yang dilepas. Saat itu Badri minta maaf dan membujuk Naira Ayu agar tak menangis lagi, meski masih dalam ikatan.

“Sttt... diam sayang. Aku minta maaf ya,” katanya seperti anak kecil. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Naira Ayu baru menyadari hal aneh ini dalam kepribadian Badri Mubarok. Sosok Badri Mubarok yang seolah baik, namun pada sisi lain dia bagai Harimau yang siap memangsa isterinya sendiri. Tutur katanya yang lembut hanya ditunjukkan saat ada kedua orangtuanya. Tapi saat sedang berdua dengan Naira Ayu, Badri Mubarok seketika bisa berubah buas. Ia juga sering kasar kepada Naira Ayu sejak mempunyai rumah baru dan jauh dari kedua orangtua Naira Ayu.

Tangis Naira Ayu mulai mereda, meski masih terdengar sesenggukan kecil.

“Kamu menyesal menikah dengaku?” tanya Badri Mubarok kemudian.

Naira Ayu menggeleng.

“Bagus! Kamu memang tak perlu menyesal. Cukup yang perlu menyesal itu Tusnedi seorang, karena ia tidak bisa menidurimu setiap malam,” katanya tertawa kecil, lantas meninggalkan Naira Ayu sendiri dalam kamar, masih dalam posisi tangannya terikat di tiang-tiang ranjang.

_

 

Lain hari, Badri Mubarok tak akan segan-segan memukul Naira Ayu jika melakukan kesalahan sekecil apa pun. Seperti masakan yang terlalu asin, atau saat ia tak bisa memuaskan dirinya ketika bercinta. Meskipun Naira Ayu tidak melakukan kesalahan, lantas mendapatkan tamparan atau makian dari Badri. Tapi anehnya, beberapa menit kemudian ia bisa berubah secara drastis dan segera meminta maaf. Kejadian-kejadian itu selalu berulang terus-menerus pada hari yang lain. Dengan bercucruan air mata, Naira Ayu biasanya akan selalu memaafkan kesalahan suaminya itu.

Sekali waktu, Badri Mubarok mulai mengetahui bahwa Naria Ayu masih mencintai Lukman, yang merupakan kakak kandung Badri. Saat itu ia secara tak sengaja melihat surat cinta dari Lukman yang ditujukan untuk Naira Ayu, meski itu surat cinta yang dibuat saat Naira Ayu masih SMA, sebelum menikah dengannya. Dari sana Badri Mubarok beranggapan bahwa Naira Ayu masih memendam cinta terhadap Lukman. Badri Mubarok lantas akan selalu ringan tangan dengan memukul Naira Ayu atau membentaknya.

Suatu hari Badri Mubarok pernah mengintip Naira Ayu menarik Lukman ke dalam kamar mandi rumahnya. Entah apa yang dilakukan mereka di dalam kamar mandi itu selama kurang lebih sepuluh menit.

Badri Mubarok cemburu, tapi tak bisa marah saat masih ada kakaknya. Badri Mubarok bisa melampiaskan amarahnya hanya pada Naira Ayu, saat ia tengah berdua dengan Naira Ayu dan tidak ada siapa-siapa di sana.

_

 

Sore hari Naira Ayu bercerita pada Badri Mubarok jika kakaknya datang ke rumah, saat Badri Mubarok tidak ada. Lukman datang seorang diri dan mengobrol banyak hal. Termasuk menceritakan kisah-kisah Badri Mubarok saat remaja dulu.

Bahwa Badri Mubarok waktu remaja dikenal sebagai seorang pendiam dan gampang ngambek. Dalam satu kisah itu, Lukman juga bercerita bahwa Badri Mubarok nyaris menusukkan garpu ke perut kakaknya saat Lukman merebut makanan dari piring Badri Mubarok.

Naira Ayu kaget mendengar cerita itu.

“Kenapa Kakak tidak menceritakan hal ini sejak awal?”

“Kakak tidak menduga kamu akan menikah dengan Badri.”

Naira Ayu kembali menangis. Kali ini dalam pelukan Lukman.

“Kamu harus sabar.”

“Badri terlalu kasar buatku. Kakak tahu, aku orang yang tak bisa dibentak-bentak.”

“Ya, kakak tahu. Makanya kakak datang dan menceritakan semua ini padamu, agar kamu selalu berhati-hati.”

“Aku ingin cerai dengan Badri.”

“Pikirkan sekali lagi. Terutama anak-anakmu nanti.”

“Harusnya aku dengan Kak Lukman.”

“Tapi kakak sudah punya Tante Wiwin.”

Lihat selengkapnya