Tusnedi Jawir

Sobirin
Chapter #9

Chapter #9

SERINGKALI BADRI MUBAROK mengaku ada lemburan mendadak dari kantor. Itu tentu saja membuat Naira Ayu merasa perlu curiga kepadanya. Naira Ayu mencium aroma kebohongan itu.

“Mana mungkin hampir tiap malam, perusahaan mengumumkan kerja lembur dengan cara mendadak?” tanya Naira Ayu mengintrogasi sebagai isterinya, karena ia juga sebenarnya sudah tidak tahan dengan perlakuan Badri Mubarok dan juga kebohongan-kebohongan yang sering ia lakukan kepadanya.

“Jangan banyak tanya. Sistem yang dibangun di kantor memang demikian!” bentak Badri Mubarok.

“Aku bukan perempuan sebodoh itu, Mas. Sebaiknya kamu mengaku saja. Jangan-jangan Mas Badri punya wanita simpanan di luar sana?”

“Jangan asal menuduh! Urus saja anak-anak dengan baik!” Badri Mubarok ngeloyor pergi ke ruang tamu.

“Sudah beberapa malam ini, Mas tak seperti biasanya menghindar dari ranjang.”

“Sapi! Diam kamu!”

“Oh, karean aku gemuk seperti sapi, kau sudah mulai tak tertarik lagi denganku, begitu?”

Badri Mubarok menjawabnya dengan melempar pas bunga kecil yang terbuat dari keramik ke arah Naira Ayu. Pas bunga itu seketika pecah berkeping-keping tepat di belakang Naira Ayu, karena Naira Ayu dengan cepat bisa menghindar.

Malam itu seperti biasanya, menjadi malam yang menyesakkan bagi Naira Ayu, dan ia diam-diam kembali menangis dalam kesunyian malam.

_

 

Badri Mubarok membuka pintu rumah kamar sewaannya itu. Ia datang lebih awal dari malam biasanya. Ia rupanya izin dari kerjaannya, lebih memilih mampir ke rumah Jainab Ambiya. Ia sengaja tak mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia membuka pintu sendiri dengan kunci duplikat miliknya.

Jainab Ambiya yang tengah tiduran di ruang televisi sedikit kaget melihat kedatangan Badri Mubarok secara tiba-tiba itu.

“Kenapa enggak ngabarin dulu sih sayang?” Jainab Ambiya langsung memburunya dan lekas memeluknya penuh kangen.

“Aku cuti dari kantor karena penat. Aku ingin di sini denganmu.”

Jainab Ambiya lekas membimbing suaminya ke sofa dan memijiti pundaknya dengan pelan. “Emangnya kenapa sayang? Banyak masalah ya, di kantor?”

Badri Mubarok hanya menggeleng.

“Atau malam ini kamu ingin yang lain dariku?” tebak Jainab Ambiya dengan genit dan menggoda.

“Aku rasa itu bisa membuat jiwaku tenang.”

“Aku juga udah kangen main-main sama kamu, sayang.”

Badri Mubarok membelai lembut wajah Jainab Ambiya. Tak lama setelah itu giliran Badri Mubarok yang membimbing Jainab Ambiya masuk ke dalam kamar, sampai-sampai mereka lupa mengunci pintu rumah.

_

 

Tiba-tiba pintu kamar ada yang membuka dengan mendadak. Yang di dalam kamar seketika kaget dan kalang kabut menutup tubuh mereka dengan selimut.

“Oh jadi ini wanita simpananmu, Mas!?” kata Naira Ayu dengan muka yang merah menahan marah.

Badri Mubarok dan Jainab Ambiya lekas mengenakan baju mereka masing-masing dengan terburu-buru.

“Selama ini kamu bilang ada kerjaan lembur dari kantor, ternyata kelakuan kamu gini ya, Mas?” Naira Ayu tak mau terpancing untuk ribut dengan wanita itu. Sekarang dia menatap perempuan itu. “Dasar pelakor!”

“Eh, tutup mulut kamu!” Badri Mubarok lekas berdiri dan hendak menampar Naira Ayu. Tapi lekas ditepisnya.

“Hei! Jangan sembarangan asal bicara ya. Saya bukan pelakor. Saya isteri sahnya Mas Badri!” Jainab Ambiya angkat bicara tak terima disebut pelakor.

“Oh. Jadi wanita ini isteri simpananmu! Baik kalau begitu. Saya minta cerai sekarang juga!” Naira Ayu lekas beranjak pergi, tak memperdulikan mereka lagi.

“Ya sudah, ceraikan saja dia, Mas!” Jainab Ambiya senang mendengarnya.

Beberapa tetangga ada yang mendengar ribut-ribut itu. Tapi mereka tak sampai mendekat ke dalam rumah Jainab Ambiya.

“Heh tunggu! Aku yang akan menceraikanmu terlebih dulu! Aku juga sudah bosan dengan kamu. Dasar sapi! Haha!” Badri tertawa lepas setelah mengatai Naira Ayu sebagai sapi dan ia merasa menang, karena memang sejak lama ia ingin sekali menceraikan Naira Ayu, meski niat awalnya belum terlaksana, yaitu akan menceraikan Naira Ayu selepas menghabisi Tusnedi Jawir. Tapi itu tak jadi soal bagi Badri Mubarok.

Disebut sebagai sapi, Naira Ayu tak sedikitpun merasa luka. Ia malah tersenyum dan mengatakan ini. “Bagus kalau begitu! Jadi kita bisa berpisah malam ini juga!” katanya tanpa melihat ke arah Badri dan pelakor itu.

Beberapa tetangga yang keluar rumah hanya berbisik-bisik diantara mereka dan tetanga sebelahnya.

“Mungkin penghuni rumah itu sebagai pelakornya, dan wanita yang pulang itu adalah isteri pertamanya,” kata ibu-ibu yang menggunakan kacamata.

“Atau mungkin penghuni rumah itu adalah wanita jalang. Sebab sejak ia pindah ke sini, ia tak pernah berkumpul dengan warga sekitar,” kata ibu yang menggendong anak kecil.

“Mungkin saja. Kita tak pernah tahu. Yang pasti hubungan keluarga mereka telah retak.”

Si ibu yang menggendong anak tadi hanya mengangguk-angguk sebelum mereka berdua berkumpul dengan ibu-ibu yang lain, yang juga tengah menyaksikan keributan itu.

“Jangan ikut campur dengan urusan rumah tangga orang lain!” kata si suami memperingatkan isterinya yang hendak ke rumah Jainab Ambiya.

“Enggak Pak. Cuma ingin tahu saja apa yang sedang terjadi. Biar enggak ketinggalan gosip.”

“Biar itu jadi urusan RT.”

“Iya Pak. Ibu enggak akan ikut campur.”

Malam semakin gaduh di sekitar rumah Jainab Ambiya. Ketua RT dan beberapa tokoh masyarakat kemudian mendatangi rumah Jainab Ambiya. Mereka mencari tahu informasi perihal keributan itu, setelah Naira Ayu pergi meninggalkan rumah itu dengan jasa tukang ojek sewaannya.

Badri Mubarok meminta maaf kepada RT setempat dan warga sekitar. Ia berkata, ini hanya soal keributan antaran keluarga yang memiliki lebih dari satu isteri. Pak RT dan tokoh masyarakat lantas kemudian memakluminya dan lekas menyuruh warga untuk tenang dan kembali ke dalam rumah masing-masing.

_

 

Malam itu juga Naira Ayu mengepak pakaiannya dan menyuruh anak-anaknya membawa semua barang-barangnya. Saat mereka bertanya ada apa? Naira Ayu menjawabanya, bahawa malam ini juga mereka harus pergi dari rumah itu dan untuk sementara waktu akan tinggal di rumah kakek-nekeknya.

“Jangan banyak tanya lagi. Lekas bawa barang-barang kalian. Mama sudah pesan mobil, mungkin sebentar lagi akan sampai.”

“Kenapa engak tunggu sampai besok pagi, Ma?” tanya Siti Ayu hati-hati.

“Sudah Mama bilang jangan banyak tanya! Cepat kemasi barang-barang kamu!” nada suara Naira Ayu meninggi.

Siti Ayu dan Rosdiana Ayu lekas menju kamar masing-masing dan memenuhi perintah Mama.

Lihat selengkapnya