TUTWURIMAN

Akhmad Rifaldi
Chapter #15

Gagal Dalam Pencarian #15

Zaman Sekarang – Jakarta Pusat

Aku sudah berada di dalam kamar Hotel ‘Takes Mension’, Taman Kebon Sirih, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kamar ini sangat besar dan mewah, jika dibandingkan dengan kamarku yang ada di atas Plafon rumahku. Tempat tidur double bed seukuran luas kamar plafonku, membuat tidur malamku serasa dalam nuansa kerajaan di dalam ruang yang dingin.

Yang membuatku tidak biasa menggunakan kamar ini adalah banyaknya tombol Remote TV, Remote Air Conditioner, menggunakan kran air panas dan dingin, dan penggunaan kolam mandi kecil untuk berendam istilah sekarang namanya bathtub.

Kejadian yang membuatku tertawa sendiri saat berada dikamar ini, bathtub ku isi sampai penuh, aku berpikir bahwa itu adalah bak mandi, tidak ada gayung di sana, jadi kumandi menggunakan telapak tangan dan mencipratkan ke badan, aku pikir itu akan membuang waktu lama hanya untuk mandi, akhirnya kuceburkan badanku di sana, ternyata menceburkan diri di bathtub adalah cara yang benar. Jadi setiap kesalahan itu pada akhirnya akan menemukan hal yang benar.

Penggunaan Toilet juga begitu, setelah buang air besar, kucuci dengan selang kran pantatku dan itu benar, lalu kotoran kusiram dengan selang kran tadi sekencang-kencangnya, kotoran tidak hilang – hilang, aromanya sudah ke mana-mana. Karena patah semangat, kubiarkan saja, aku bingung menaruh selang kran, kumasukkan mata kran sekuat-kuatnya di lingkaran di atas kotak toilet yang berwarna perak mengilat, eh ternyata toilet mengeluarkan air dan kotoran langsung bersih. Baru kutahu fungsi tombol toilet berwarna perak itu.

Malam ini tubuhku hanya berbalut handuk, celana dalam dan kaos dalaman kucuci, tidak ada pakaian satu pun kubawa dari kota Saranjana. Hanya yang melekat di badanku seperti levis, jaket, kaos, celana dalam dan topi.

Setelah pencet sana dan pencet sini, aku sudah mahir menggunakan remote TV dan AC. Jadi aku bisa beristirahat di bawah selimut hotel yang tebal.

Semua channel TV hampir menyiarkan perencanaan demo di Jakarta Pusat. Maksud dan tujuan demo itu pun diriku tidak paham, kalau kusimpulkan secara cepat di zaman yang kumasuki sekarang ini sedang diimplementasikan pemilihan Presiden, jadi ini berbau politik semua.

Di zamanku Presiden Indonesia yang sangat dipuja-puja dan dihormati masyarakat Indonesia adalah Bapak Suharto dan Wakil Presiden yang dipilih adalah Bapak Soedharmono, namun siapa pun presidennya pasti membawa Indonesia ke kondisi yang lebih baik lagi, yang pasti umurku masih belum bersyarat untuk mendapatkan hak memilih dalam pemilihan umum.

Di bawah layar Channel TV tertulis Waktu Berbuka dan Waktu Imsyak, aku sangat terkejut, jadi di zaman yang kumasuki ini sudah memasuki bulan Ramadhan, padahal hari ini aku makan sangat lahap sekali di Lounge Concordia Banjarmasin, semoga diriku diampuni. Di zamanku baru saja melepas tanggal Hari Raya Idul Fitri dua minggu lalu, selama bulan Ramadhan lalu puasaku sudah penuh, tidak ada hari yang pecah.

Apakah besok aku diwajibkan untuk berpuasa lagi? Apakah ada Mashab yang mewajibkan berpuasa kepada seseorang yang menjalani dua masa dan dua dunia? Dari pada ditinggalkan berdosa, lebih baik aku berpuasa di zaman sekarang ini, siapa tahu hidupku berlanjut terkatung-katung selamanya di zaman ini.

Aku tidak bisa menyalahkan Dhyzah yang melakukan kesalahan penelitian terhadap diriku, mungkin dia juga mendapatkan hukuman oleh Pemerintahan Saranjana, kesalahan yang membuatku terlempar ke suatu masa yang berbeda zaman.

Kehidupan itu tidak bisa diikat dengan peraturan, kehidupan akan bergerak bebas mencari jalannya sendiri dan keluar dari rantai kehidupan, hal ini berlaku untuk semua makhluk. Bukan hanya makhluk hidup, Nabi Adam pun juga melakukan kesalahan dari rantai kehidupan.

***

Hari ini adalah hari pertama puasaku di zaman yang bukan zamanku. Menu sahurku tadi malam adalah nasi goreng ala Hotel ‘Takes Mension’, sebagai pengganti jatah sarapan di pagi hari. Yang bersahur subuh tadi tidak terlalu banyak di restoran hotel, dapat dihitung dengan jari tangan.

Siang ini kususuri jalan di luar pagar Gedung Bank Indonesia, halaman gedung yang luas telah membuatku berkeringat menempuh jalan berkeliling pagar menuju Menara Merdeka yang sudah terlihat dari kejauhan berwarna coklat terang. Ada jalan menuju Menara Merdeka melalui belakang Gedung Indosat, Jalan Budi Kemuliaan.

Tepat di pintu pagar arah masuk Menara Merdeka, ada beberapa security berjaga di depan pintu pagar. Halaman Menara yang tampak kosong dan sepi. Tiga orang security berjaga di depan pintu Menara yang tertutup dengan penjagaan ketat.

"Maaf Pak, permisi, apakah kantor ini tutup?" Tanya ku kepada salah satu security yang berdiri di tengah jalan depan pintu pagar Menara Merdeka.

"Hari ini hari Sabtu, semua kantor tutup." Jawabnya, aku juga baru tahu kalau hari ini hari Sabtu dan kantor tutup, selama di Jakarta diriku tidak begitu mengingat hari.

"Apakah Karyawan di sini ada yang bernama Bapak Rifaldi?" Tanyaku langsung pada intinya.

"Maaf Mas, kami tidak bisa memberitahukan informasi tentang hal itu, Mas harus jadwal pertemuan dengan orang yang akan ditemui".

"Bagaimana aku harus menemui Beliau?"

"Maaf, itu usaha anda untuk mencari tahu caranya". Kata security itu yang bertahan untuk menjaga kerahasiaan para pekerja yang ada di Gedung Kantor ini.

Dengan terpaksa, kugunakan teknologi Saranjana dengan memanfaatkan kekuatan cincin ini. Sambil mataku memperhatikan ketiga security tersebut. Dua orang security yang ada di pintu pagar utama mendekat ke arah kami di tengah jalan masuk.

"Maaf Pak, apakah karyawan di sini ada yang bernama Bapak Rifaldi?" Kalimat pertanyaan itu kuulang kembali kepada petugas security yang sangat kuat menjaga kerahasiaan penghuni kantor tadi.

"Ada Mas, beliau salah satu Manager di perusahaan Group Borneo". Katanya.

"Alhamdulillah, bagaimana cara bertemu dengan Beliau?" Ucapku tersenyum dilanjutkan dengan pertanyaan berikutnya.

"Datang saja pada hari Senin pada jam kantor, Beliau biasanya tiba sekitar jam 09.00 pagi."

Lihat selengkapnya