Epiphany

Fibia Tista Avanti
Chapter #6

Bagian 6

Aku masih tidak percaya malam itu aku melepaskan keperawananku. Kita melakukannya cukup lama, entah berapa lama, namun dapat membuatnya mengeluarkan sperma dua kali. Setelah semua itu berakhir, aku hanya bisa terdiam dengan pikiran yang kosong. Aku merasakan banyaknya pergulatan emosi dan pikiran yang terlalu banyak sehingga aku tidak dapat mengungkapkan dalam bentuk apapun itu.

"Aku ke kamar mandi dulu." Ucap Aswa langsung bangkit dari kasur dan pergi ke kamar mandi.

Sedangkan aku membiarkan tubuhku terpampang dengan kondisi telanjang bulat. Satu hal yang aku lakukan saat itu hanya bernapas. Aku bahkan tidak sanggup untuk menutupi tubuhku. Kacau. Satu kata yang mungkin dapat mendeskripsikan segalanya, aku menatapi langit-langit dan dinding-dinding kamarku secara seksama. Aku dapat mendengarkan ketukan detik pada jam dindingku dan setiap detiknya berjalan begitu lambat.

"Lia, kamu kenapa?" Tanyanya dengan tanpa rasa bersalah. Eh, atau mungkin memang tidak bersalah.

"Oh, nggak papa." Jawabku tersadarkan dari semuanya.

"Kamu sudah?" Lanjutku sambil bergerak untuk pergi ke kamar mandi.

"Sudah." Dia mulai memasang kembali pakaian dalamnya.

Aku bergegas ke kamar mandi sambil membawa semua pakaianku. Sesampainya di kamar mandi, aku membersihkan semua tubuhku dan betapa terkejutnya diriku bahwa vaginaku mengeluarkan darah.

"Astaga!"

Untungnya aku menyimpan cadangan pembalut di dalam kamar mandi, langsung saja aku memasangkannya ke celana dalamku. Setelah semuanya bersih dan aku kembali menggenakan pakaianku, aku kembali kekamarku. Aku melihat Aswa sedang berduduk santai dengan bersandar di dinding dan memainkan ponselnya.

"Hey," dia menyadari kehadiranku.

Aku tersenyum dan berjalan kearahnya.

"Kamu baik-baik saja, kan?"

Aku tersenyum dan duduk di tempat tidurku.

"Yakin?" Dia kembali mendekatkan tubuhnya kepadaku.

"Iyaa," masih berusaha untuk tersenyum.

"Masih sakit kah?"

"Iya, lumayan dan sedikit berdarah." Jelasku.

"Hah? Terus gimana? Kamu yakin nggak papa?" Dia terlihat sedikit panik.

"Iya, wajarkan baru pertama."

Aku kembali membaringkan tubuhku dan memunggunggi Aswa. Seperti dugaanku, dia kembali memeluk tubuhku dan menelengkupkan wajahnya di tengkuk leherku.

"Lia," panggilnya lirih.

"Hmm."

"Mulai sekarang Lia nggak boleh sakit ya."

"Kenapa?" Tanyaku penasaran.

Lihat selengkapnya