“Belum selesai? Lama banget sih!” Terdengar suara ketus dari pintu.
Gadis yang duduk di pojok belakang mendongak. Kegiatannya memasukkan buku-buku ke tas berhenti sejenak. Saat itu hanya tinggal dirinya seorang yang masih berada di dalam kelas, meski bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu.
“Tinggal aja,” jawabnya singkat begitu mengetahui siapa yang berbicara.
“Nanti Mama tanya kenapa nggak pulang bareng.” Sosok di depan pintu masih saja berbicara dengan ketus.
“Tinggal dijawab aja kok.” Gadis yang rambutnya dicepol satu itu menyahut santai sambil mengecek kembali bangkunya, kalau-kalau ada barang yang ketinggalan. Dia lalu menghampiri sosok yang serupa dengan dirinya di ambang pintu.
“Kau pikir bakal selesai dengan itu? Mereka pasti tanya-tanya lagi, kenapa aku tinggal, kenapa aku nggak ikut aja, dan lainnya.” Gadis berambut panjang lurus itu mulai mengomel sambil berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi. “Intinya, aku terus yang disalahin.”
Si cepol tidak menjawab. Hanya menghela napas panjang mendengar “kembaran”-nya mengeluh panjang lebar tentang perbedaan sikap kedua orang tua mereka.
“Kau enak. Mau apa aja dituruti. Alasan apa pun mereka pasti dengar. Aku? Boro-boro!” Hingga sampai di tempat parkir sepeda, curahan hati bernada sinis dan ketus itu terus terdengar.
Lagi-lagi masalah itu yang dibahas, keluh si cepol dalam hati. Dia lalu mengambil sepeda dan meninggalkan tempat parkir lebih dulu.
“Eh, El! Tunggu aku! Ella!” Si gadis berambut panjang bergegas mengejar dan berhasil. “Kita harus pulang bareng!”
Ella menggeleng. “Nggak. Kak Vio uluan aja. Aku masih mau mampir tempat lain.”
“Ke mana?”
Sebenarnya Ella tak ingin menjawabnya, tapi sang kakak rupanya bisa menebak.
“Kios komik?”
Ella diam. Masih mengayuh sepedanya tanpa melihat empunya suara.
Vio menggelengkan kepalanya. Heran sekaligus gemas. “Kau masih berani beli? Padahal Papa udah larang beli dan baca komik!”
“Kalau Kak Vio diam, Papa nggak bakal tahu,” sahut Ella.
Vio pun bungkam. Sekesal-kesalnya dia pada sang adik, dirinya bukan tipe pengadu dan tidak ingin dianggap begitu. “Ya, udah. Aku ikut.”