TWIN BUT NOT TWINS

Lirin Kartini
Chapter #3

BAB. 3 - ANJING DAN KUCING

Derum mesin motor butut mengaung nyaring ketika memasuki gerbang sekolah. Kedatangan kendaraan roda dua itu membuat beberapa anak yang sedang bermain basket di halaman sekolah yang sekaligus menjadi lapangan basket itu, terpaksa menyingkir. Mereka yang sudah mengenal pengendara motor itu hanya mengumpat kesal lantaran permainannya terjeda.

“Berisik, Rav!” Seseorang di antara anak-anak itu berteriak sambil mengacungkan jari tengah.

Si pengendara motor hanya melambaikan tangan lalu memarkir kendaraannya. Begitu membuka helm, sosok yang mengacungkan jari tengah tadi sudah ada di depannya. Pemuda berambut keriting yang mirip tokoh fiksi di buku favoritnya itu menggelengkan kepala sambil ngedumel.

“Nggak niat ganti motor gitu, Rav? Tiap lu dateng, mesti berisik. Kedengeran sampe sana tuh!” Pemuda bernama Jose itu menunjuk arah diagonal dari posisi mereka sekarang.

“Maunya sih gitu. Tapi apa daya tangan tak sampai,” kelakar Rava si pemilik motor sambil mengelus-elus motor bebek hitam kesayangannya.

“Halah!” Jose melengos.

Rava terkekeh. “Lagian, itu motor bukan sembarang motor. Banyak kenangan yang nggak tergantikan,” tambahnya dalam perjalanan ke kelas yang berada tepat di seberang tempat parkir, di ujung lapangan.

“Dih, memangnya udah bonceng berapa cewek di jok lu?” Jose mengejek. Dia tahu sahabatnya itu belum pernah menjalin hubungan dengan siapa pun.

“Lha, memang kenangan itu harus sama cewek? Sama pacar? Bisa aja boncengin bokap, nyokap, atau malah boncengin kambing ke pasar,” tukas Rava.

“Ah, susah ngomong sama lu.” Jose menyerah.

Tepat saat mereka tiba di teras kelas III-IPA-3 yang bersebelahan dengan perpustakaan, terdengar suara centil nan cempreng. Siapa lagi kalau bukan gadis berambut panjang yang dikuncir dua dengan pita kuning sedang berlari-lari menghampiri mereka.

“Pagi, Ravaaa! Baru dateng, ya?” sapanya dengan nada genit yang dibuat-buat.

Rava merasakan bulu kuduknya merinding, tapi tetap membalas sopan, “Eh, pagi juga, Poppy. Udah lama dateng, ya?”

“Aku kok nggak disapa, Pop?” Jose menyela.

Poppy yang sedang memilin-milin salah satu kuncirnya, melotot pada Jose. “Tadi ‘kan udah? Jayus deh kamu, Jo!” semprotnya sebal.

“Ngapain ke sini? Kelasmu ‘kan di pojokan situ? Sana balik!” Jose mengibas-ngibaskan tangan ke arah belakang Poppy.

Seketika Poppy cemberut. Namun, senyumnya mengembang lagi ketika melihat Rava tertawa. “Aku ke sini cuma mau lihat Rava yang ganteng ini, biar mata seger sebelum pelajaran,” ujarnya sambil melirik Rava dengan genit.

“Pakai es batu aja sekalian kayak ikan di pasar!” sambut Jose dengan wajah kesal. Semakin kesal karena Rava menepuk-nepuk punggungnya seperti menenangkan anak kecil.

“Udahlah. Balik dulu. Nanti aku ke sini lagi. Bhaaay!” Poppy berbalik dan melambaikan tangan.

“Eh, ngapain ke sini lagi?” teriak Jose, tapi Poppy tidak mendengarnya. Gadis manis dan cantik itu langsung berbaur dengan geng cewek-cewek dari kelas III-IPA-1, kelas yang berada di pojok dan berbatasan dengan kelas IPS.

“Ah, elu juga ngapain sih, Rav, pakai elus-elus pundak gua? Geli tahu!” protes Jose, sementara Rava masih terkikik geli.

Lihat selengkapnya