Sejak kejadian di kantin bakso, Rava terlihat lebih sering memandang keluar jendela. Entah apa yang dilihatnya, apa pula yang dipikirkannya, Jose sama sekali tidak mengerti. Bahkan, meskipun dirinya ikut memandang ke arah yang sama, dia tetap tidak mengerti.
“Kamu lihat apa sih?” tanya Jose penasaran.
Rava selalu memberi jawaban yang sama, “Nggak lihat apa-apa.”
Sebagai teman sebangku, Jose heran melihat kelakuan sohibnya yang aneh itu. Rava yang biasanya cukup periang walau menyimpan banyak hal di benaknya, tampak tidak bersemangat.
Sebagai sahabat yang baik juga, segala cara sudah Jose coba untuk menghiburnya, misalnya dengan mentraktir makanan kesukaan Rava, memberi jawaban saat ditanya guru, atau membantu mencatat. Bahkan sahabatnya itu tidak bereaksi ketika Poppy memanggilnya dengan genit dan manja.
“Kamu apain dia, Jo? Sampai kayak orang linglung begini?” Poppy melotot pada Jose. Mereka berdua duduk menghadap Rava yang bertopang dagu menatap keluar jendela.
Poppy dan Jose mengikuti arah pandang Rava.
“Kamu lihat sesuatu nggak, Pop?” tanya Jose.
Poppy pun menggeleng lalu ikut bertopang dagu dengan wajah sedih. “Duh, Rava-ku sayang kenapa, ya? Kok jadi nggak bersemangat gini? Aku jadi ikutan nggak semangat deh.”
“Eh, Pop, jangan ikut-ikutan! Lagian kalau mau ngelamun, sana di kelasmu sendiri!” sahut Jose kesal karena gadis itu sama sekali tidak membantu.
“Perlu kita panggil guru BK?” Poppy memberi ide.
“Buat apa?”
Ekspresi Poppy tampak takut-takut. Dia lalu berkata pelan, “Jangan-jangan Rava kena pelet! Atau mungkin ada yang ngancam dia, atau dia pakai yang terlarang kayak nar—”
“STOP!” Jose berteriak sampai Poppy kaget. Beberapa anak yang masih di kelas pun ikut kaget. “Jangan ngawur lah, Pop! Ah, bikin tambah pusing aja!”
“Ya, maaf ….” Poppy cemberut.
Esok harinya keadaan Rava masih sama. Pemuda dengan model rambut belah samping yang mirip artis Hongkong Jimmy Lin itu masih asyik dengan benaknya sendiri. Ajaibnya, teman dekatnya itu masih bisa fokus mengikuti pelajaran. Dia terlihat aneh pada saat jam istirahat saja.
“Rav, lu kalau ada kesulitan bilang aja. Sebisa mungkin gua bantu. Lu mau nyicil kek, mau bayarnya lama, nggak masalah selama itu bisa bikin lu tenang,” kata Jose di lain kesempatan.
“Hah? Kesulitan apa? Bayar apa? Lu ngomong apa sih, Jo?” Rava terlihat bingung.
Jose ikut bingung. Dua-duanya bingung.
“Ah, itu ….” Jose ragu. Sempat tercetus di benaknya tentang masalah utama yang dihadapi Rava. Apalagi sampai beberapa waktu kemarin, mereka membahas masalah kuliah.
“Ke kop, yuk!” Rava tiba-tiba berdiri dan berjalan keluar kelas. Jose buru-buru mengikutinya.
Baru sampai di ambang pintu, suara centil Poppy membahana. “Rava!”